RUU Ketahanan Keluarga 'Serang' Privasi, Mulai Dari LGBT Sampai Donor Sperma
Nasional

RUU Ketahanan Keluarga yang masuk dalam Prolegnas 2020 terus menjadi sorotan karena banyaknya pasal-pasal yang menyinggung ranah privat. Termasuk diantaranya soal LGBT dan donor sperma atau ovum.

WowKeren - Selain Omnibus Law, RUU Ketahanan Keluarga menjadi salah satu beleid yang beberapa waktu belakangan banyak dibicarakan. Banyak pihak menilai keberadaan RUU ini membuat negara terlalu ikut campur dengan ranah privasi suatu keluarga.

Penilaian ini tampaknya tak salah mengingat salah satu pasalnya bahkan mengatur soal aktivitas seksual pasangan suami istri. Dianggap sebagai penyimpangan, pelaku aktivitas seks BDSM alias bondage, dominance, sadism, dan masochism diwajibkan untuk mengikuti rehabilitasi.

Tak berhenti sampai di situ, RUU Ketahanan Keluarga ternyata turut menyinggung bentuk penyimpangan seksual lain. Salah satunya lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Dilansir dari Kompas, ternyata Pasal 85-89 RUU Ketahanan Keluarga mengatur tentang penyimpangan seksual LGBT. Tak hanya memberikan definisinya, pada pasal tersebut diatur pula keluarga dengan anggota yang terindikasi LGBT wajib melaporkan pelaku penyimpangan ke otoritas terkait.


Namun tak melulu menunggu dilaporkan keluarga, Pasal 87 mengatur agar setiap orang yang mengalami penyimpangan seksual juga wajib melaporkan diri. Harapannya pelaku penyimpangan seksual LGBT bakal mendapatkan pengobatan dari pihak berwenang.

Salah satu pengusul RUU Ketahanan Keluarga, yakni anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Sodik Mujahid menilai pelaku LGBT memang sudah seharusnya melapor demi mendapatkan pengobatan. "Coba kita lihat lebih mendasar. Contoh homoseksual, apakah itu tidak mengganggu kepada masa depan umat manusia dalam basis keluarga?" ujar Sodik, Selasa (18/2).

Selain itu, RUU Ketahanan Keluarga ternyata turut mengatur soal donor sperma dan ovum yang acap dilakukan demi kepentingan memperoleh keturunan, seperti dengan metode IVF atau bayi tabung. Mereka yang terlibat dapat terjerat pidana, sesuai dengan RUU Ketahanan Keluarga.

"Setiap orang dilarang menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan," demikian kutipan Pasal 31 Ayat (1).

Di Pasal 139 kemudian tercantum ancaman hukuman yang harus dihadapi pelaku. Tak main-main, mereka terancam pidana paling lama 5 tahun penjara dan denda sampai Rp 500 juta.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait