Bahaya Lockdown Kala Corona Tingkatkan Infeksi Kasus HIV, Kok Bisa?
Dunia

Lockdown telah diterapkan sejumlah negara untuk mengatasi pandemi virus corona. Namun, kebijakan tersebut rupanya justru meningkatkan kasus infeksi HIV. Kok bisa?

WowKeren - Sejumlah negara telah menerapkan kebijakan lockdown sebagai salah satu upaya dalam menangani pandemi virus corona (COVID-19). Namun, pakar kesehatan justru memperingatkan jika kebijakan tersebut secara tidak langsung dapat meningkatkan kasus infeksi HIV.

Dilansir AFP, seorang ahli epidemiologi di Emory University yang bernama Travis Sanchez telah melakukan survei online untuk mendukung kemungkinan tersebut. Ia menggelar survei terhadap 1.000 pria yang berhubungan seksual dengan pria pada April lalu.

Hasilnya, setengahnya atau 500 pria mengaku mengalami penurunan aktivitas hubungan seksual sejak pandemi ini. Secara teori, seharusnya hal tersebut berpotensi untuk mengurangi penularan HIV.

Namun, Sanchez menambahkan jika masalah baru justru muncul dari 25 persen atau 250 pria yang mengalami penurunan aktivitas seksual. Mereka mengatakan telah mengalami masalah penyakit menular seksual.

Hal ini terjadi lantaran ribuan tempat kesehatan yang biasa menangani masalah kesehatan seksual mereka telah ditutup akibat pandemi. Para pria tersebut mengaku biasa ke tempat kesehatan atau rehabilitasi untuk mendapatkan berbagai layanan pencegahan penyakit seksual dan secara rutin memeriksakan diri.

”Itu berarti bahwa orang-orang yang masih berhubungan seks dan tidak tahu tentang status (penyakit seksual) mereka,” jelas Sanchez seperti dilansir dari AFP, Selasa (12/5). “Ini bisa menjadi ledakan kasus HIV yang parah.”

”Sangat mungkin bahwa perilaku berisiko pria itu akan dilanjutkan sebelum mereka akan memiliki akses penuh ke layanan pencegahan,” sambungnya. “Dan saya pikir kombinasi itu dapat meningkatkan penularan HIV.”


Dampak penuh dari pandemi corona terhadap penularan HIV tidak akan diketahui sebelum tahun depan. Pasalnya, data penularan HIV harus menunggu Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menerbitkan statistiknya tentang infeksi tahun 2020.

Namun, sejumlah ahli dan pakar kesehatan meyakini jika penerbitan data tersebut akan mundur akibat pandemi corona. Sebuah klinik Di Washington, Whitman-Walker harus menghentikan tes walk-in harian untuk virus dan infeksi menular seksual lainnya (IMS) seperti sifilis, gonore dan klamidia.

Padahal, biasanya ada sekitar 50 orang yang datang setiap hari untuk dites. Diantaranya adalah LGBT, dimana banyak orang dengan status LGBT yang mengandalkan pemeriksaan rutin setiap tiga bulan sekali.

”Semua orang itu pergi tanpa tes," kata praktisi perawat Amanda Cary, yang sekarang hanya melihat pasien bergejala dengan janji. “Saya pikir akan ada peningkatan IMS.”

Sementara itu, seorang dokter di San Francisco yang bernama Matthew Spinelli mengkhawatirkan nasib tunawisma yang bisa terserang penyakit seksual. Apalagi, banyak dari mereka yang tidak memiliki konektivitas untuk melihat media sebagai pengganti instruksi-instruksi pusat kesehatan di tengah pandemi ini.

Spinelli mengatakan jika kliniknya memiliki sekitar 3.000 pasien HIV. Ia lantas khawatir dalam kekacauan pandemi ini, beberapa dari mereka tidak pergi ke apotek atau minum obat sehari-hari. Hal ini akan membuat viral load mereka meningkat dan membuat penyakit pasien dapat menular serta menyebar lagi.

”Orang-orang hanya takut pada rumah sakit sekarang, jadi saya cukup khawatir,” ungkap Spinelli. “Saya khawatir kesehatan mental atau penggunaan narkoba mereka mungkin memburuk di lingkungan ini dan karenanya kepatuhan minum pil mereka lebih buruk.”

Di Amerika Serikat, penggunaan PrEP pil diandalkan sebagai pencegah penularan penyakit seksual. Terutama bagi pasangan LGBT, mereka biasa meminum obat tersebut agar bebas dari risiko tertular HIV selama hubungan seks tanpa kondom. Namun, beberapa orang dilaporkan telah berhenti meminumnya selama lockdown.

(wk/lian)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru