Mirisnya 'Curhatan' Murid SMA di Nganjuk yang Tinggal Kelas Karena Laptop Rusak
Nasional

Seorang siswa kelas X di SMA Negeri 2 Nganjuk, Jawa Timur terpaksa harus tinggal kelas lantaran terhalang ujian online. Pihak sekolah tak mengizinkannya mengikuti ujian susulan akibat alasan laptop rusak sang siswa.

WowKeren - Semenjak adanya pandemi corona (COVID-19), pelaksanaan belajar mengajar berubah menjadi daring. Sayangnya, sejumlah murid merasakan kesusahan akibat adanya sistem belajar online ini.

Seperti seorang siswa kelas X di SMA Negeri 2 Nganjuk, Jawa Timur yang harus menelan pil pahit tinggal kelas lantaran terhalang ujian online. Siswa yang berinisial RVR itu menceritakan jika dirinya tak diperbolehkan untuk mengikuti ujian susulan kenaikan kelas sehingga ia tidak naik.

RVR tak diperbolehkan oleh gurunya untuk mengikuti ujian susulan dengan alasan tak mendapat izin kepala sekolah. Kejadian tersebut diungkapkan oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), berdasarkan penuturan dari NS, orang tua RVR.

Menurut ibu siswa RVR, anaknya saat itu tak bisa mengikuti ujian jarak jauh lantaran laptopnya sedang tidak bisa digunakan. "RVR tidak diberikan Ujian PAT (Penilaian Akhir Tahun) susulan oleh gurunya. Alhasil, siswa malang tersebut memperoleh nilai 0 (kosong) untuk nilai PAT di 5 mata pelajaran," kata Sekjen FSGI Heru Purnomo dalam keterangannya, Kamis (16/7).

Nilai RVR nol untuk lima pelajaran yakni, Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani, Seni Budaya, Sejarah Indonesia, dan Informatika. Nilai itu tak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM), sebagai syarat untuk naik kelas.


Heru menerangkan akibat kejadian itu sang ibu sempat mendatangi langsung guru yang bersangkutan agar anaknya diperkenankan mengikuti ujian susulan. Namun sang guru, berdasarkan penuturan NS, menyatakan bahwa keputusan tersebut merupakan instruksi langsung dari kepala sekolah. "Ketika orang tua ingin sekali menghadap kepada Kepala Sekolah, anehnya Kepala sekolah pun tidak mau bertemu dengan Ibu siswa tersebut," kata Heru.

Menurut Heru keputusan sang yang tak mengizinkan RVR untuk mengikuti ujian susulan berdasarkan perintah kepala sekolah, telah menyalahi PP No 74/2008, PP No. 19/2017 tentang Guru, dan Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian. Sebab, dalam kedua PP dan Permendikud itu disebutkan bahwa yang berhak dan berwenang memberikan penilaian kepada peserta didik adalah guru, bukan kepala sekolah.

Heru mengatakan bahwa tindakan oknum guru dan kepala SMAN 2 Nganjuk telah melanggar Pasal 5 huruf a, b, dan c Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian. "Sangat jelas tertulis jika prinsip penilaian oleh pendidik wajib dilakukan secara sahih, objektif, dan adil," katanya. "Dalam kejadian ini oknum guru dan kepala sekolah telah berlaku tidak adil, diskriminatif, dan tak objektif."

Ia melanjutkan bahwa dalam kasus tersebut guru dan Kepala Sekolah juga sudah menyalahi Pedoman Penilaian SMA yang dibuat Direktorat P-SMA, Dirjend PAUD-Dikdasmen, Kemdikbud. FSGI akan melaporkan kasus ini ke KPAI dan Irjend Kemdikbud.

Menurut Heru, pihak sekolah mestinya bisa bersikap bijak sebab yang dilakukan RVR adalah murni kesalahan teknis. "Ada faktor kerusakan perangkat, keterbatasan kuota, masalah sinyal, dan hambatan teknis lainnya," katanya.

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait