Gelar Sekolah Tatap Muka, Ini Alasan Guru SLB di Tulungagung Tak Gunakan Masker
Nasional

Tidak hanya SMA dan SMK umum, SMA Luar Biasa (LB) di Tulungagung juga mulai uji coba sekolah tatap muka hari ini (18/8). Sayangnya, guru yang mengajar terpaksa hanya menggunakan face shield tanpa masker. Kenapa?

WowKeren - Sekolah jenjang SMA, SMK hingga SLB di seluruh Jawa Timur telah dibuka kembali untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka mulai hari ini, Selasa (18/8). Salah satunya adalah SMA Luar Biasa (LB) di Tulungagung.

Di sekolah yang ada di Jalan Diponegoro Gang V Tulungagung, sejumlah petugas sekolah disiapkan untuk melakukan pemeriksaan suhu tubuh, pada setiap siswa atau pengunjung yang datang. Tak hanya itu, para siswa juga diwajibkan cuci tangan.

Kepala SMALB Negeri Tulungagung Suroto mengatakan, di sekolahnya terdapat 19 siswa untuk jenjang SMA. Dari jumlah tersebut 18 di antaranya diperbolehkan mengikuti kegiatan belajar secara tatap muka, sedangkan 1 pelajar tak diizinkan orang tuanya untuk kembali ke sekolah.

"Ada satu siswa yang orang tuanya tidak sepakat dengan metode tatap muka. Sehingga total hanya 18 siswa," ujar Suroto, Selasa (18/8). "Hari ini tadi 50 persen anak yang kami jadwalkan untuk masuk. Alhamdulillah hadir semua."


Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pihak sekolah telah menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Mulai dari pintu masuk sekolah hingga proses belajar di dalam kelas. Hal ini sekaligus sebagai upaya untuk mendisiplinkan para siswa, agar terhindar dari penyebaran virus Corona. "Anak-anak pakai pelindung diri, bahkan tempat duduk juga kami berikan jarak yang cukup, agar tidak kontak langsung," tegasnya.

Sayangnya, guru yang memberikan pembelajaran langsung hanya menggunakan alat pelindung wajah atau face shield tanpa menggunakan masker. Alasan kenapa hal ini dilakukan adalah para siswa yang hadir merupakan anak tuna rungu. Sehingga membutuhkan pengamatan gerak bibir untuk memahami materi yang disampaikan.

Suroto berharap metode sekolah tatap muka berjalan dengan lancar sehingga dapat diteruskan selamanya. Ia mengaku pada metode pembelajaran jarak jauh. Pihaknya menemukan berbagai kendala, mulai teknis hingga non teknis.

"Ya karena tidak semua siswa memiliki peralatan memadai untuk mendukung kegiatan daring," jelasnya. "Selain itu karena jarak jauh dan ini adalah siswa berkebutuhan khusus maka butuh pendampingan dari orang tua."

Apabila pembelajaran daring didampingi oleh orang tua, maka kegiatan tersebut dapat berjalan lancar. Sedangkan kegiatan belajar daring tanpa pendampingan orang tua justru membuat siswa molor hingga berjam-jam. "Berbeda ketika mereka di sekolah, ketika ada materi yang tidak dipahami, maka guru bisa memberikan menjelaskan lagi, ke siswa secara langsung," pungkasnya.

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait