FSGI Laporkan Dampak Mengerikan Belajar Online Bagi Siswa, Kemenkes Diminta Turun Tangan
Nasional

FSGI melaporkan dampak mengerikan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) bagi siswa selama pandemi COVID-19. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta untuk segera turun tangan.

WowKeren - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melaporkan dampak mengerikan secara psikologis yang dialami siswa selama pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di tengah pandemi virus corona. FSGI turut mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk turun tangan mengatasi dampak psikologis siswa selama menjalani belajar online.

FSGI memaparkan laporan 3 siswa yang meninggal dunia selama PJJ. Ketiga siswa tersebut diduga mengalami depresi karena banyaknya tugas yang diterima selama belajar online. Oleh sebab itu, Kemenkes diminta segera melakukan berbagai upaya untuk mencegah siswa mengalami gangguan mental di tengah pembelajaran secara daring

"Karena problem kesehatan mental itu tinggi FSGI meminta sesuai dengan SKB 4 menteri kan juga ada di situ Kementerian Kesehatan," kata Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube FSGI Pusat, Minggu (1/11). "Maka Kemenkes mestinya punya peran dalam mencegah dampak psikologis di masa pandemi."

Retno lantas memaparkan kasus ketiga siswa yang meninggal dunia selama PJJ 8 bulan. Kasus pertama adalah meninggalnya seorang siswa SD akibat dianiaya oleh orang tuanya pada September. Siswa tersebut dianiaya hingga tewas karena sulit diajarkan saat PJJ.


Kemudian kasus kedua adalah meninggalnya seorang siswi SMA di Kabupaten Gowa yang bunuh diri karena tugas PJJ menumpuk pada Oktober. Kasus terakhir adalah adanya seorang siswa MTs di kota Tarakan yang juga melakukan bunuh diri karena tugas PJJ yang menumpuk.

Lebih lanjut Retno setuju jika kasus bunuh diri tidak pernah terjadi karena motif tunggal dan ada banyak faktor lainnya. Namun, ia menegaskan tetap ada satu motif utama yang memicu terjadinya bunuh diri. Pihak sekolah juga dikritik lantaran tidak pernah memeriksa motif siswa yang melakukan bunuh diri tersebut.

"Kami sadar bahwa motif bunuh diri itu tidak pernah tunggal namun pasti ada motif utama gitu ya," papar Retno. "Jadi ketika Dinas Kemdikbud, Kemenag tidak mempelajari tidak memeriksa sekolah kaya apa, tugasnya kaya apa, anak yang lain bagaimana itu tidak pernah diperiksa."

"FSGI menyayangkan pihak-pihak yang semestinya melindungi peserta didik justru selalu buru-buru menyangkal bahwa bunuh diri peserta didik bukan karena PJJ," sambungnya. "Tetapi selalu diarahkan kepada pribadi anak seperti masalah asmara, masalah perceraian orang tua, dan menuding anak berkarakter lemah. Penyangkaan ini yang pada akhirnya mengakibatkan pelaksanaan PJJ fase 2 secara signifikan tidak ada perubahan."

(wk/lian)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait