Pemprov DKI Akhirnya Ungkap Alasan Tak Bubarkan Kerumunan Massa HRS
Nasional

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan jika pihaknya sudah berupaya mencegah kerumunan HRS. Namun demikian, massa tak bisa dibendung karena terus berdatangan

WowKeren - Langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menjatuhkan sanksi berupa denda sebesar Rp 50 juta kepada Imam Besar Front Pembela Islam Rizieq Shihab ramai menuai sorotan. Tak sedikit pihak yang mempertanyakan sikap Pemprov yang tidak segera membubarkan kerumunan kala itu.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria pun buka suara mengungkap alasan tersebut. Ia menjelaskan jika pihaknya tak mampu membubarkan karena massa yang hadir terlalu besar. Sementara personel Pemprov DKI, termasuk Satpol PP terbatas.

"Kan ada batasan-batasan, jumlah kami juga terbatas," kata Riza, Senin (16/11). "Kami sudah koordinasikan saat itu dengan aparat keamanan lainnya. Kan kami tidak bisa berdiri sendiri."

Ia mengatakan jika pihaknya sudah berupaya mencegah kerumunan HRS. Namun demikian, massa tak bisa dibendung karena terus berdatangan.


"Kami sudah imbau, kami sudah sosialisasi, ada baliho, spanduk, kami minta dan sebagainya," jelasnya lagi. "Kan orang yang datang itu bukan yang diundang. Orang berbondong-bondong begitu, bukan orang yang diundang."

Diketahui, sejak HRS pulang dari Arab Saudi, ada serangkaian acara yang melibatkan kerumunan massa dalam jumlah besar. Mulai dari penjemputan di Bandara Soekarno-Hatta, penyambutan di Markas FPI Petamburan. Kemudian, peringatan cara Maulid Nabi hingga pernikahan putrinya. Buntutnya, Polda Metro Jaya memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk dimintai klarifikasi.

Sementara itu, terkait kerumunan HRS, Ketua Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA) Maman Imanulhaq menyoroti inkonsistensi pemerintah dalam menyikapi pelanggaran COVID-19. Dari membludaknya kerumunan massa dalam rangkaian acara HRS, menunjukkan jika protokol kesehatan yang digaungkan para pejabat negara dan aparat keamanan sama sekali tidak berlaku. Sikap pemerintah yang tidak konsisten dalam menindak tegas pelanggaran dinilai melukai perasaan banyak pihak.

"Inkonsistensi pemerintah dalam penanganan COVID-19 merupakan preseden buruk," kata Maman dalam keterangan tertulis seperti dilansir Kompas, Selasa (17/11). "Dan berdampak serius pada merebaknya klaster baru COVID-19."

(wk/zodi)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait