Masyarakat Disarankan Karantina Usai Libur Panjang Meski Sudah Rapid Test Antigen
Nasional

upaya menekan penularan tidak cukup jika hanya dilakukan dengan menyertakan hasil rapid test antigen. Harus ada sesuatu yang dilakukan secara konsisten dan berkomitmen.

WowKeren - Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan masyarakat untuk menyertakan surat keterangan bebas COVID-19 melalui pemeriksaan rapid test antigen saat bepergian. Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman menilai kebijakan ini tidak begitu efektif.

Menurutnya, upaya menekan penularan tidak cukup jika hanya dilakukan dengan menyertakan hasil rapid test antigen. Harus ada sesuatu yang dilakukan secara konsisten dan berkomitmen. Misalnya dengan melakukan karantina bagi masyarakat yang baru saja pulang dari libur panjang.

"Walaupun ada kebijakan pemeriksaan rapid test antigen ya, kalau itu tidak dilakukan dengan konsisten dan komitmennya jelas, ya tidak efektif juga," kata Dicky dilansir Okezone, Sabtu (2/1). "Itu harus disertai karantina."

Misalnya dengan tidak dulu memperbolehkan masyarakat melakukan aktivitasnya. tak perlu lama-lama 14 hari namun bisa lebih singkat saja. "Contoh pada saat ini yang pulang mudik, atau yang berlibur ini mereka harus dipastikan tujuh hari setidaknya diam di rumah," lanjutnya.


Selain itu, menurutnya perusahaan-perusahaan juga harus kembali menerapkan kerja dari rumah atau WFH. WFH perlu dilakukan hingga pandemi bisa benar-benar terkendali.

"Nah WFH itu juga harus dilakukan," ujarnya menambahkan. "WFH ini kondisi yang harus dilakukan setidaknya sampai situasi pandemi terkendali, yang saat ini masih tidak terkendali."

Lebih jauh, ia juga menyoroti kebijakan pemerintah yang terkesan saling bertolak belakang. Misalnya ketika di lain sisi pemerintah bergembar-gembor untuk menekan angka penularan namun di lain sisi justru memberikan potongan harga untuk biaya perjalanan. Hal inilah yang turut mendorong keinginan masyarakat untuk bepergian.

"Terjadinya masyarakat berlibur atau keramaian ini menunjukkan strateginya belum bersinergi antara kemauan untuk mengendalikan dengan apa yang dilakukan regulasinya," tegasnya. "Malah ada diskon kan dan sebagainya."

Sementara itu, angka positivity rate di Indonesia terbilang masih tinggi. "Positivity rate kalau itu lebih dari 10 persen artinya situasi pandemi tidak terkendali. Kalau lebih dari 20 persen, artinya selain penyebaran tidak terkendali juga sudah terjadi outbreak besar," paparnya.

(wk/zodi)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait