Ternyata Lemah dengan Jengkol, Menristek Pastikan GeNose Bukan Gantikan Tes PCR Corona
https://www.ugm.ac.id/
Nasional

GeNose, disebutkan Menristek Bambang Brodjonegoro, 'setara' dengan rapid test antigen yang berperan dalam screening individu-individu yang berpotensi terpapar COVID-19.

WowKeren - Alat deteksi COVID-19 buatan UGM, GeNose, diketahui sudah mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan. Harapannya alat ini bisa membantu meningkatkan angka deteksi COVID-19 di Indonesia karena metodenya yang mudah, yakni hanya mengandalkan embusan napas.

Namun baru-baru ini terungkap bahwa alat tersebut lemah terhadap sesuatu berbau menyengat. Karena itulah sebelum memakai GeNose, pengguna diharapkan tidak habis merokok atau memakan makanan berbau tajam seperti jengkol, petai, dan durian.

Karena itulah, Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro menegaskan bahwa GeNose tidak akan menggantikan tes PCR sebagai metode paling akurat mendeteksi COVID-19. Namun GeNose akan menjadi salah satu metode screening yang "setara" dengan rapid test antigen misalnya.

Sehingga bila ada yang terdeteksi positif COVID-19 berdasarkan GeNose akan kemudian diarahkan melakukan tes swab PCR. Sebab, kembali ditekankan Bambang, saat ini metode PCR merupakan standar memastikan seseorang terpapar virus SARS-CoV-2 atau tidak.


"GeNose tidak dalam posisi menggantikan, tetapi dia sebagai screening. Nah karena dia sebagai screening, maka otomatis dia punya fungsi yang sama dengan rapid antigen," jelas Bambang.

"Nanti harapannya PCR test yang mahal itu tidak terbebani dengan semua orang harus periksa PCR," sambungnya. "Harapannya setelah screening, kalau positif dia (tes) PCR. Jadi PCR lebih untuk memastikan orang itu positif atau tidak."

Terkait dengan fungsinya sebagai screening COVID-19, GeNose disebutkan Bambang diperkaya dengan sejumlah kelebihan. Termasuk di antaranya harga tes yang tergolong murah, singkatnya waktu dalam mendeteksi seseorang, hingga akurasi yang tinggi.

"Jadi kelebihan alat ini dia tadi kan deteksi cepat," tutur Bambang, dilansir dari Kumparan, Selasa (5/1). "Waktunya kan pendek dan daripada kita hanya mengandalkan mengukur suhu tubuh yang sama sekali tidak menunjukkan atau bukan merupakan alat untuk pendeteksi COVID sama sekali."

"Iini adalah alat yang jauh lebih akurat," pungkasnya. "Untuk bisa mendeteksi apakah orang yang masuk ke satu tempat itu berpotensi kena COVID atau tidak"

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait