Juliari Batubara Disebut Pantas Dihukum Mati, Pengacara 'Berontak' Bongkar Fakta Ini
Nasional

Pengacara sang eks Mensos, Maqdir Ismail, menilai pernyataan Wamenkumham soal hukuman mati bagi Juliari Batubara malah bisa menjadi beban untuk aparat penegak hukum.

WowKeren - Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara disebut-sebut layak menerima vonis hukuman mati atas kasus korupsi bantuan sosial COVID-19 yang dilakukannya. Adalah Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej yang pertama kali menggaungkan ide tersebut.

Menanggapi ide yang belakangan ramai dibicarakan tersebut, kuasa hukum Juliari, Maqdir Ismail pun buka suara. Ia menyebut aturan hukuman mati untuk perkara korupsi tidak lagi digunakan di negara demokrasi, meskipun nyatanya Indonesia masih memberlakukan Pasal 2 Ayat (2) UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Aturan tentang hukuman mati dalam perkara korupsi hanya ada di beberapa negara komunis dan Indonesia. Tidak dianut lagi oleh negara demokrasi," beber Maqdir, Kamis (18/2).

Menurut Maqdir, walau di Pasal 2 Ayat (2) tersebut ada potensi hukuman mati, namun interpretasinya bisa sangat longgar. Sebab ada frasa "keadaan tertentu" yang menjadi prasyarat utama dijatuhinya hukuman mati bagi terdakwa korupsi.


Keadaan tertentu yang dimaksud adalah bila tindak pidana dilakukan terhadap dana untuk penanggulangan keadaan bahaya dan bencana alam nasional. Kemudian penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, krisis ekonomi dan moneter serta pengulangan tindak pidana korupsi.

"Ukuran untuk menjatuhkan hukuman mati yang dijelaskan oleh penjelasan Pasal 2 Ayat (2) ini sangat longgar interpretasinya," kata Maqdir, dilansir dari Kompas, Jumat (19/2). Malah Maqdir menyayangkan Eddy yang mengungkap gagasan hukuman mati bagi kliennya karena dapat menjadi beban aparat penegak hukum.

Ia menilai pejabat pemerintah semestinya tak mengumbar pernyataan terkait perkara yang semestinya ditangani lembaga penegak hukum. Bahkan pernyataan Eddy ini, disebutkan Maqdir, rawan untuk digoreng demi kepentingan politik alih-alih penegakan hukum secara alami.

"Komentar seperti ini selain memberatkan penegak hukum, hal itu akan memengaruhi opini publik, yang belum tentu berakibat baik bagi proses hukum yang sedang berjalan," tegas Maqdir. "Pernyataan Wamen ini sadar atau tidak sadar akan digoreng sebagai tuntutan politik dalam penegakan hukum."

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru