Kapolri Rilis Telegram Larang Media Siarkan Arogansi dan Kekerasan Polisi, Ada Apa?
Instagram/divisihumaspolri
Nasional

Lewat Surat Telegram yang dikeluarkan pada Senin (5/4), Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo melarang media menyiarkan arogansi dan kekerasan polisi sampai detail rekonstruksi sebuah kejadian.

WowKeren - Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan peraturan yang cukup mengejutkan pada Senin (5/4). Sebab dalam Surat Telegram bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021 tersebut tercantum arahan Sigit agar media dilarang menyiarkan upaya atau tindakan kepolisian yang bersifat arogansi dan kekerasan.

ST yang masuk kategori klasifikasi biasa itu ditujukan Sigit kepada Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono dan seluruh Kapolda di Tanah Air. Lebih lanjut dijelaskan, ST itu mengacu pada UU Nomor 14 Tahun 2008 dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor: 01/P/KPI/03/2012.

"Sehubungan dengan referensi di atas, media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan," beber Sigit dalam telegramnya, dilansir dari Republika pada Selasa (6/4). "Diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas, namun humanis."

ST tersebut juga mengimbau media untuk tak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana. Selain itu, media juga diimbau untuk tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang digelar korps bhayangkara.


"Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan," ujar Sigit dalam ST-nya. "Meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan atau fakta pengadilan."

Meski demikian, ST tersebut bukan hanya membahas perihal media yang tak boleh lagi menyiarkan arogansi dan kekerasan kepolisian. Total terdapat 11 poin dalam beleid yang diteken oleh Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono tersebut. Untuk arahan "bermasalah" seperti larangan liputan arogansi polisi hingga penjaraban rekonstruksi kejadian disampaikan di poin ke 1-4.

Sedangkan mulai dari poin kelima, arahan yang disampaikan cukup jelas. Seperti tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual; menyamarkan gambar wajah dan identitas korban, pelaku, serta keluarga masing-masing dari kasus kejahatan seksual; hingga tidak menayangkan secara eksplisit adegan dan/atau reka ulang bunuh diri.

Beberapa hal lain yang disinggung seperti larangan penyampaian gambar wajah dan identitas pelaku serta korban anak di bawah umur hingga adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang. Personel kepolisian juga dilarang menyiarkan live proses penangkapan hingga larangan menayangkan secara eksplisit cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait