Bolivia Suntikkan Pemutih-Disinfektan untuk Obati COVID-19, Diklaim Detoksifikasi Virus
Dunia

Mereka juga berkenan disuntik dengan pemutih dan disinfektan klorin dioksida karena meyakini vaksin COVID-19 memiliki efek beracun. Pemerintah Bolivia pun malah mendorong pemakaian pemutih ini.

WowKeren - Eks Presiden Amerika Serikat Donald Trump pernah mengungkap ide untuk menyuntikkan disinfektan demi mengobati COVID-19. Ide Trump kala itu mendapat hujatan besar-besaran, namun kenyataan berbeda dijumpai di Bolivia, salah satu negara di Amerika Latin.

Pasalnya dokter di Bolivia bahkan ada yang membuka praktik untuk menyuntikkan pemutih industri yang awam dipakai sebagai disinfektan permukaan benda dan kolam renang, Klorin Dioksida, ke tubuh pasien COVID-19. Bukan cuma untuk mengobati COVID-19, penyuntikan pemutih ini juga bertujuan untuk membersihkan tubuh dari efek racun vaksin.

Tentu saja praktik ini tidak sesuai dengan kaidah kesehatan, sebagaimana disampaikan Dr Antonio Viruez yang bekerja di Unit Gawat Darurat COVID-19 di RS del Norte Bolivia. "Klorin dioksida adalah iritan yang sangat beracun, seperti bensin. Ketika Anda memasukkan klorin dioksida ke pembuluh darah, pasien akan berdarah dari mata dan kandung kemih mereka," kata Viruez.

Tentu saja Viruez merupakan salah satu dari sekelompok tenaga medis yang menolak praktik penyuntikan disinfektan, seperti yang terang-terangan dilakukan Dr Viviana Figueroa. Bahkan Figueroa, yang bekerja sama dengan peracik klorin dioksida Fernando Arce, mematok harga sampai USD150 untuk melayani detoksifikasi dengan menyuntikkan klorin dioksida ke tubuh pasien COVID-19.

Angka ini begitu besar, sebab warga Bolivia umumnya hanya berpendapatan USD700 per bulan. Penyuntikan klorin dioksida dilakukan selama 3 hari, masing-masing selama 12 jam.


Kini penyuntikan pemutih pun bukan cuma untuk membersihkan virus Corona, tetapi juga menyingkirkan efek racun dari vaksin. Seperti yang diyakini oleh pasien Figueroa, Grover López, bahwa vaksin Sinovac yang disuntikkan kepadanya mengandung senyawa kimia Graphene Oxide juga berpotensi membunuhnya karena ia menderita diabetes.

Praktik "menyimpang" ini memicu rasa prihatin tersendiri di hati Epidemiolog Bolivia, René Soria Saucedo. "Orang-orang mencari solusi yang mudah, jelas menjadi lahan basah untuk diincar pemangsa," ujar Saucedo.

"Kami sudah menghadapi banyak kasus COVID, dan sekarang kami melihat lebih banyak komplikasi karena orang mengonsumsi klorin dioksida," imbuh Saucedo. "Ini sangat membebani sistem kesehatan yang sejak awal sudah berantakan di negara ini."

Praktik penyuntikan pemutih untuk merawat pasien COVID-19 memang tak lepas dari gejolak politik tak berkesudahan di Bolivia. Dan saat ini pemerintah sayap kiri yang berkuasa di Bolivia memberi restu untuk penggunaan pemutih sebagai obat COVID-19, sehingga praktik Figueroa tidak bisa dilarang.

Padahal menurut Viruez, dokter yang menolak penyuntikan pemutih, dari lima pasien komplikasi COVID-19 dan konsumsi klorin dioksida, semuanya meninggal dunia. VICE World News yang meliput peristiwa ini pun mengamati sendiri salah satu pasien komplikasi yang tengah ditangani Viruez, yang akhirnya meninggal dunia dua hari setelah dibawa ke RS.

Viruez menyebut pria tersebut sudah terlambat saat dibawa ke RS. "Kami lelah, tapi kami tidak bisa menolak ini. Obat harus didasarkan pada sains, bukan mitos," pungkas Viruez.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru