Miliki Efikasi Lebih Tinggi, Efek Samping Vaksin COVID-19 Zifivax Disebut Mirip Sinovac
Nasional

Vaksin COVID-19 Zifivax yang dikembangkan Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical asal Tiongkok itu disebut memiliki efikasi hingga lebih dari 81 persen. Vaksin ini telah mendapat restu dari BPOM RI.

WowKeren - Vaksin Zifivax menambah daftar panjang vaksin COVID-19 yang telah mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Vaksin yang dikembangkan Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical asal Tiongkok itu disebut memiliki efikasi hingga lebih dari 81 persen.

Rodman Taringan selaku peneliti utama uji klinis fase III vaksin Zifivax Universitas Padjadjaran (Unpad) memaparkan bahwa proses uji klinis tersebut mengikutsertakan 2.000 relawan di Bandung dan 2.000 relawan di Jakarta. Relawan yang berpartisipasi dalam proses uji klinis tersebut terdiri dari kelompok usia 18-59 tahun dan 60 tahun ke atas.

"Efikasi untuk orang usia 18-59 tahun sebesar 81,51 persen, sedangkan di atas 60 tahun efikasinya 87,58 persen," ungkap Rodman pada Jumat (8/10), mengutip situs resmi Unpad.

Dengan efikasi tinggi yang melampaui rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) tersebut, apa efek samping Vaksin Zifivax? Rodman menjelaskan bahwa secara umum, Vaksin Zifivax tidak menimbulkan kejadian ikutan pasca imunisasi alias KIPI yang serius.

KIPI Vaksin Zifivax disebut hampir sama dengan Vaksin Sinovac. Yakni nyeri di bekas suntikan, sakit kepala, kelelahan, demam, hingga nyeri otot.


"Kalau kita lihat vaksin Moderna itu memang tinggi, tapi KIPI-nya lumayan (tinggi) juga," ujarnya. "Vaksin Zifivax efikasinya lebih tinggi dari Sinovac tetapi KIPI-nya tidak jauh berbeda."

Rodman mengakui ada sejumlah relawan sempat mengalami kejadian serius. Namun demikian, sebagian besar relawan yang mengalami kejadian serius itu adalah mereka yang mendapat plasebo atau vaksin kosong.

Sejumlah relawan uji klinis memang ada yang mendapatkan Vaksin Zifivax dan ada yang mendapat plasebo. Adapun proses penyuntikkan dilakukan sebanyak tiga kali dengan jarak waktu satu bulan.

"Dari situ kita lihat berapa yang sakit. Kemudian kalau sakit derajatnya berapa, apakah ringan atau berat sampai dirawat, itu kita lihat," papar Rodman.

Lebih lanjut, Rodman kembali mengingatkan bahwa vaksin tidak bisa 100 persen mencegah penularan virus. Pasalnya, ada sejumlah faktor lain yang mempengaruhi penularan.

"Setiap vaksin memang tidak 100 persen mencegah, tetapi ada faktor lain yang memengaruhi seperti daya tahan tubuh, status gizi, faktor penyakit yang memengaruhi imunitasnya, hingga faktor usia," pungkasnya.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait