MUI Kritik Hari Libur Keagamaan Digeser, Pemerintah Jawab Begini
Nasional

Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, menilai kasus COVID-19 di Indonesia telah turun sehingga penggeseran hari libur keagamaan untuk membatasi mobilitas sudah tidak relevan.

WowKeren - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, mengkritik penggeseran hari libur keagamaan dengan alasan COVID-19. Menurut Cholil, kasus COVID-19 yang telah menurun di Indonesia membuat alasan penggeseran hari libur keagamaan tersebut jadi tidak relevan.

"Saat WFH dan COVID-19 mulai reda bahkan hajatan nasional mulai normal sepertinya menggeser hari libur keagaaman dengan alasan agar tak banyak mobilitas liburan warga n tidak berkerumun sudah tak relevan," cuit Cholil di akun Twitter miliknya, Senin (11/10). "Keputusan lama yang tak diadaptasikan dengan berlibur pada waktunya merayakan acara keagamaan."

Selain itu, Cholil juga menyatakan bahwa Indonesia memiliki hari libur yang banyak karena menghormati hari besar keagamaan (HBK). Ia juga menjelaskan bahwa hari libur mengikuti waktu hari besar keagamaan, bukan sebaliknya.

"Jika ada penggeseran hari libur ke setelah atau sebelum HBK berarti bonus karena kita memang selalu libur," tulis Cholil.

Kritik Cholil Nafis

Twitter/@cholilnafis


Kekinian, kritik dari pihak MUI tersebut ditanggapi oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. Ia mengapresiasi kritik yang disampaikan oleh pihak MUI tersebut

"Itu kritik positif dan konstruktif. Apa yang disampaikan oleh MUI itu juga sudah menjadi bahan pertimbangan ketika keputusan menggeser hari libur diambil," papar Muhadjir kepada detikcom. "Hari libur keagamaan yang digeser hanya yang jatuh di hari 'kejepit', yang membuat jangka waktu libur menjadi panjang."

Muhadjir menjelaskan bahwa penggeseran hari libur ini dilakukan usai berkaca dari masa-masa libur panjang sebelumnya. Masyarakat Indonesia disebut bisa melakukan pergerakan besar-besaran apabila terhadap hari "kejepit" hingga berisiko meningkatkan angka kasus COVID-19.

"Untuk situasi saat ini risiko itu masih sangat mungkin terjadi dan harus dihindari. Dan menurut kaidah agama menghindari risiko itu lebih diutamakan daripada faedah yang ada dalam liburan itu," terangnya. "Pertimbangan lain bahwa hari besar keagamaan yang waktu liburnya digeser itu di dalamnya tidak ada kegiatan ritual yang wajib diselenggarakan."

Sebagai informasi, pemerintah menggeser hari libur Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi tanggal 20 Oktober 2021. Meski demikian, Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin mengungkapkan bahwa masyarakat boleh merayakan Maulid Nabi selain di hari libur dengan memperhatikan protokol kesehatan.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait