Nadiem Makarim Tegas Berantas Kekerasan Seksual di Kampus, Mahasiswa-Dosen Pelaku Bisa Dipecat
Piqsels
Nasional

Mendikbudristek Nadiem Makarim berjanji akan menumpas 3 dosa besar pendidikan, termasuk kekerasan seksual. Lewat Permendikbudristek 30/2021, Nadiem mengatur termasuk sanksi pemberhentian bagi pelaku.

WowKeren - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim per tanggal 31 Agustus 2021 kemarin telah menerbitkan peraturan khusus terkait penanganan kekerasan seksual di kampus. Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tersebut juga sudah secara resmi diundangkan pada 3 September 2021 atau sudah sebulan lebih berlalu.

Berbagai hal diatur oleh Nadiem terkait dengan upaya pemberantasan salah satu dosa besar dunia pendidikan tersebut. Termasuk di antaranya dengan memperkuat sisi pencegahan, yang sudah diatur secara rinci di Pasal 6, serta tentu saja menyediakan sanksi yang tegas yang diatur di Pasal 10 dan 14.

Secara umum, sanksi yang diberikan lewat Permendikbudristek tersebut adalah sanksi administratif. Namun menurut Pasal 14, sanksi yang siap diaplikasikan disesuaikan dalam beberapa tingkat, hingga yang terberat berupa pemecatan.

Sanksi administrasi ringan apabila nekat melakukan tindak kekerasan seksual adalah berupa teguran tertulis atau menuliskan permohonan maaf yang dipublikasikan di internal kampus atau media massa. Lalu ada sanksi administratif sedang, di mana dosen pelaku bisa diberhentikan sementara dari jabatannya tanpa memperoleh hak, sedangkan mahasiswa pelaku akan mengalami pengurangan hak.


Hak-hak yang akan dikurangi di sini antara lain penundaan mengikuti perkuliahan alias skorsing, pencabutan beasiswa, atau pengurangan hak lain. Bila sudah meneylesaikan sanksi administratif ringan dan sedang, pelaku kekerasan seksual harus melakukan konseling pada lembaga yang ditunjuk untuk menjadi dasar penerbitan surat rekomendasi penyelesaian sanksi.

Sedangkan sanksi administratif berat antara lain berupa pemberhentian tetap sebagai mahasiswa, maupun pemberhentian tetap dari jabatan sebagai Pendidik Tenaga Kependidikan atau Warga Kampus. Namun dipertegas pula pemberian sanksi administratif harus didahului dengan rekomendasi dari Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Kampus, sebelum kemudian ditetapkan oleh pimpinan perguruan tinggi.

Sanksi ini pun bisa menjadi lebih berat, sebagaimana disebutkan di Pasal 16, apabila memenuhi beberapa syarat. Seperti korban merupakan penyandang disabilitas, mempertimbangkan dampak yang dialami korban, hingga apabila terlapor atau pelaku merupakan anggota satgas, kepala/ketua program studi, atau ketua jurusan.

Permendikbudristek memang mengecualikan aktivitas seksual yang bersifat consent atau ada persetujuan satu sama lain, namun ada beberapa kondisi yang digarisbawahi. "Mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya," demikian kutipan isi Pasal 5 Ayat (3) huruf b, yang termasuk dalam pengaruh obat-obatan, mengalami kelumpuhan sementara, atau dalam tekanan kekuasaan.

Permendikbudristek 30/2021 juga mengatur beberapa tindakan yang dikategorikan sebagai kekerasan seksual. Semua aturan ini pun harus diedukasikan kepada seluruh sivitas akademika melalui berbagai aktivitas.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait