PB IDI Soroti Kemampuan Pemanfaatan Teknologi Medis Dokter Indonesia yang Masih Rendah
Pixabay/sasint
Nasional

Kemampuan para dokter Indonesia dalam memanfaatkan teknologi tinggi perangkat medis dinilai masih rendah. Hal itu disampaikan Ketua PB IDI periode 2015-2018.

WowKeren - Seiring perkembangan zaman, teknologi perangkat medis kini juga semakin mutakhir. Sayangnya, SDA tenaga medis tampaknya masih belum bisa mengikuti perkembangan teknologi tersebut.

Kemampuan dokter di Indonesia dalam pemanfaatan perangkat medis berteknologi tinggi dinilai masih timpang jika dibandingkan dengan sejawat mereka di sejumlah negara maju. Hal itu disampaikan Ketua PB IDI periode 2015-2018, Prof Ilham Oetama Marsis. Ia melihat adanya gap antara Indonesia dengan negara-negara Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dalam bidang penguasaan teknologi.

Hal itu disampaikannya saat agenda Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislatif DPR RI tentang RUU Pendidikan Kedokteran. Jika membandingkan dengan kemampuan Singapura, kata Marsis, Indonesia masih tertinggal dalam kompetensi dokter di bidang teknologi robotik, teknologi nano, genetic engineering dan lainnya.

Jika dilihat dari peringkat universitas di dunia pada 2022, peringkat tertinggi di Asean adalah National University of Singapore di ranking 11. Universitas Malaysia ranking 65, Universitas Indonesia (UI) ranking 254 dan Universitas Gadjah Mada (UGM) ranking 290 dari total 1.300 universitas.


"Belum termasuk peringkat yang diberikan Forum MEA yang menempatkan sistem pelayanan kedokteran di Indonesia di tempat yang sangat terbelakang sekali. Untuk peringkat UI di tataran MEA berada di nomor 1.618 dan UGM 1.955," ujar Marsis, Senin (13/6).

Saat ini di sejumlah negara barat telah terjadi perubahan konsep pendidikan kedokteran, terutama pada masa pandemi COVID-19. Konsep itu berubah dari traditional clerkship menjadi virtual clerkship.

"Negara-negara barat telah melakukan konversi pendidikan dengan memprioritaskan teknologi tinggi, tapi ini memerlukan telehealth dan telemedicine. Indonesia sampai saat ini baru mampu menerapkan bedah telemedisin dengan kemampuan komunikasi dua arah," ungkapnya.

Marsis mencontohkan pemanfaatan robotik untuk keperluan bedah medis. Di Indonesia hal itu baru dilakukan pada satu rumah sakit, yaitu RS Bunda dengan keterbatasan koneksi teknologi 2.5. Sementara di Amerika Serikat, Jepang dan negara di Eropa sudah menggunakan teknologi 5.0. Marsis berharap RUU Pendidikan Kedokteran dapat mengakomodasi kebutuhan payung hukum bagi pemenuhan kompetensi kedokteran di bidang teknologi tinggi.

"Ini suatu kemajuan di bidang kedokteran yang namanya pembedahan pada janin di dalam kandungan. Kita bisa mengoreksi kelainan dalam kandungan, sehingga bayi dilahirkan dengan bayi yang telah terkoreksi menggunakan robotik," pungkasnya.

(wk/amel)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait