Korea Utara Tak Lagi Wajibkan Masker Usai Kim Jong Un Nyatakan Menang Lawan COVID-19
Dunia

Selain itu, pemerintah Korea Utara juga mendesak orang-orang untuk menjaga kewaspadaan terhadap hal-hal abnormal yang disebut Pyongyang sebagai penyebab infeksi.

WowKeren - Korea Utara telah mencabut kewajiban untuk memakai masker bagi warganya, begitu juga dengan peraturan jarak sosial lainnya. Kebijakan ini diambil ketika pemimpin negara itu, Kim Jong Un menyatakan kemenangan atas COVID-19 pekan ini, sebagaimana dilaporkan oleh media pemerintah.

Pada Rabu (10/8) Kim Jong Un memimpin pertemuan COVID-19 dan memerintahkan pencabutan tindakan anti-epidemi maksimum yang diberlakukan pada bulan Mei. Dia juga menegaskan bahwa Korea Utara harus mempertahankan penghalang anti-epidemi yang kuat.

Sebagaimana diketahui, Korea Utara sendiri baru membuat pengakuan mengenai kasus pertamanya terkait wabah COVID-19 tiga bulan lalu. Di bawah kebijakan untuk beralih ke sistem anti-epidemi 'normal' dari sistem 'tingkat atas', Korea Utara membatalkan kewajiban mengenakan masker dan aturan lain seperti batas waktu layanan fasilitas komersial dan umum di semua area kecuali wilayah perbatasan, sebagaimana dilaporkan KCNA.

Warga yang mengalami gejala pernapasan direkomendasikan untuk tetap memakai masker. Selain itu, pemerintah juga mendesak orang-orang untuk menjaga kewaspadaan terhadap hal-hal abnormal yang disebut Pyongyang sebagai penyebab infeksi.


Sebagaimana diketahui, Korea Utara telah menyalahkan wabah COVID-19 pada hal-hal asing yang ada di dekat perbatasannya dengan Korea Selatan. Adik Kim Jong Un, Kim Yo Jong, bersumpah bahwa Korea Utara akan memberi pembalasan yang mematikan karena telah menyebabkan wabah di negaranya.

Selama beberapa dekade, pembelot dan aktivis Korea Utara di Selatan telah melayangkan balon-balon untuk membawa selebaran anti Pyongyang ke Korea Utara. Balon udara itu juga terkadang membawa makanan, obat-obatan, dan sejumlah uang.

Namun, Korea Utara sendiri tidak pernah mengonfirmasi berapa banyak warganya yang terinfeksi COVID-19. Mereka hanya melaporkan jumlah harian pasien yang mengalami demam.

Negara ini juga tidak memiliki program vaksin yang diketahui. Sebaliknya, mereka disebut bergantung pada penguncian dan obat-obatan yang diproduksi di dalam negeri. Klaim tersebut banyak diragukan oleh ahli penyakit menular. Hal itu mengingat tidak adanya data independen.

(wk/zodi)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru