Soal Eksekusi Kebiri, Kejagung Minta Komnas HAM Nilai Dari Sisi Korban
Nasional

Komnas HAM menilai bahwa hukuman kebiri kimia pada pelaku kejahatan kekerasan seksual pada anak di Mojokerto melanggar HAM. Di lain pihak, Kejagung meminta agar Komnas HAM menilai hal tersebut dari sisi korban.

WowKeren - Kejaksaan Agung menegaskan bahwa pihaknya hanya melaksanakan aturan hukum terkait eksekusi hukuman kebiri kimia terhadap terpidana kasus kekerasan seksual pada anak di Mojokerto.

Hal tersebut menanggapi pernyataan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang menyebut bahwa hukuman kebiri melanggar HAM. "Ini kita menjalankan aturan hukum, aturan formal," ujar Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Mukri ketika dihubungi, Senin (26/8).

Mukri meminta agar pihak-pihak lain juga menilai hal tersebut dari sudut pandang sebagai korban. "Jangan melihat HAM-nya dari sisi kepentingan terpidananya, coba lihat dari sisi kepentingan korbannya," ungkapnya.

Saat ini, Kejagung masih akan mengkaji laporan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur terkait hukuman kebiri kimia tersebut. Setelahnya, Kejagung akan merumuskan petunjuk teknis pelaksanaan hukuman tersebut.

"Ini kan laporan dari Kejati-nya baru, nanti laporannya seperti apa, nanti kita kaji, baru kita rumuskan seperti apa," tutur Mukri. Jika perumusan tersebut selesai, Kejagung akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk membicarakan hal teknis terkait eksekusi hukuman tersebut.


Salah satu pihak yang dimaksud adalah Dinas Kesehatan. Kendati demikian, Mukri masih belum bisa memastikan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merumuskan petunjuk teknis tersebut.

Sebelumnya, Komnas HAM menilai bahwa hukuman kebiri kimia tersebut melanggar hak asasi manusia. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, hukuman kebiri merupakan bagian dari hukuman fisik yang dilarang dalam konvensi antipenyiksaan yang telah diratifikasi.

"Dalam konteks hak asasi manusia, itu enggak boleh, itu hukuman fisik apalagi sampai permanen kayak gitu menyalahi konvensi antipenyiksaan yang sudah kita ratifikasi sebagai UU," kata Choirul saat ditemui, Senin (26/8). Ia juga menambahkan bahwa hukuman kebiri juga belum tentu melenyapkan perbuatan kekerasan seksual.

Di lain pihak, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menegaskan untuk menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri kimia tersebut. Bahkan menurut Ketua Biro Hukum dan Pembinaan Anggota IDI, Dokter H.N. Nazar hukuman tersebut tidak sesuai dengan prinsip dan kode etik kedokteran. Tak hanya itu, ia menilai jika efek samping yang ditimbulkan dari hukuman tersebut dapat membahayakan nyawa si tersangka.

Sedangkan dari sisi pelaku, MA (20) mengaku keberatan dengan hukuman kebiri kimia tersebut. Bahkan ia lebih memilih untuk mati ketimbang harus disuntik kebiri. "Kalau suntiknya (kebiri kimia) saya tolak," kata Aris kepada awak media di Lapas Klas II B Mojokerto, Jalan Taman Siswa, Senin (26/8). "Karena kata teman saya efeknya seumur hidup."

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait