Mahfud MD Sebut RUU Omnibus Law Salah Ketik, Guru Besar Unsoed: Menggelikan Sekaligus Memalukan
Nasional

Pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD terkait salah ketik RUU Omnibus Law lantas ditanggapi oleh guru besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Ade Maman Suherman.

WowKeren - Pro dan kontra terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja masih terus bermunculan. Salah satu isu yang menimbulkan kontroversi adalah adanya kewenangan Presiden untuk mengubah Undang-Undang (UU) lewat Peraturan Pemerintah (PP).

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pun memastikan bahwa UU memang tidak bisa diganti dengan PP. Kalaupun ada dalam Omnibus Law poin yang menyebut bahwa UU bisa diganti PP maka menurutnya kemungkinan hal itu disebabkan karena adanya salah ketik.

Pernyataan Mahfud ini lantas ditanggapi oleh guru besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Ade Maman Suherman. "Typo atau substantive error? Draf UU Cipta Lapangan Kerja unprofessional dan under standard," tutur Ade dilansir detikcom pada Rabu (19/2).


Menurut Ade, adanya salah ketik alias typo di RUU Omnibus Law sangatlah menggelikan. Khususnya di kalangan para akademisi pendidikan tinggi hukum.

"Lihat KKNI dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi atau Indonesian Quaalification Frame Work sebagaimana diatur Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2012," kata Ade. "Parameter KKNI meliputi ilmu pengetahuan/science, pengetahuan/knowledge, pemahaman/know how, skill, afeksi dan kompetensi."

Berdasarkan parameter di atas, tutur Ade, bahkan sarjana hukum fresh graduate akan sangat paham dan berkompetensi untuk mengeksaminasi kekeliruan dalam RUU Omnibus Law. Sehingga, kesalahan seperti typo seharusnya tak boleh terjadi atau berulang.

"Sungguh menggelikan sekaligus memalukan terjadi kesalahan substantif yang semestinya tidak boleh terjadi, bahkan justru berulang. Kesempurnaan suatu karya sangat ditentukan dengan bagaimana cara mengakhiri pekerjaan tersebut," pungkas Dekan Fakultas Hukum tersebut. "Maka unsur profesionalisme, kehati-hatian/prudence sangat diperlukan dalam mengelola urusan publik. Ada kecenderungan ketidakprofesionalan, kecerobohan dan selanjutnya segera bagaimana menyiapkan public excuse kepada publik."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait