Alasan Pemerintah Tak Gunakan Istilah PSBB di Pembatasan Jawa-Bali
Instagram/dishubsurabaya
Nasional

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian telah memberikan instruksi kepada para kepala daerah di tujuh provinsi di Pulau Jawa dan Bali terkait kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

WowKeren - Pemerintah menggunakan istilah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dalam upaya menekan angka virus corona (COVID-19) di wilayah Jawa-Bali. Lantas mengapa pemerintah tidak lagi menggunakan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah ada sebelumnya?

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pun memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Menurut Tito, istilah PSBB mengesankan pembatasan akan diterapkan secara masif di pulau Jawa dan Bali. Padahal, tutur Tiro, kebijakan pemerintah ini hanya akan berlaku di daerah yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan.

"Itu kan sangat tergantung dari, kalau PSBB nanti kesannya skalanya masif seluruh Jawa dan Bali, padahal kan tidak," tegas Tito di Kantor Kemendagri pada Jumat (8/1) hari ini. "Di Jawa itu yang saya sebutkan tadi tempat-tempatnya. Yang lain-lain ditentukan oleh kepala daerahnya menurut data dari daerah masing-masing, mereka kan punya Satgas juga."


Sebelumnya, Tito telah memberikan instruksi kepada para kepala daerah terkait kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat ini. Instruksi tersebut ditujukan kepada Gubernur di tujuh provinsi di pulau Jawa dan Bali, yaitu provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur dan Bali.

Selain itu, instruksi tersebut juga ditujukan khusus kepada sejumlah Bupati/Wali Kota. Daftar kabupaten/kota yang akan menerapkan PPKM pekan depan dapat dilihat di sini.

Di sisi lain, kebijakan PPKM ini rupanya justru lebih longgar dibanding pelaksanaan PSBB, bila merujuk pada payung hukum yang melandasi kegiatan ini. Salah satunya tampak dari PPKM yang masih mengizinkan 25 persen karyawan bekerja di kantor. Hal ini berbeda dengan PSBB yang merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 dimana kantor ditutup dan semua karyawan diimbau untuk bekerja dari rumah (WFH).

Namun demikian, Mendagri Tito juga sempat membuka kemungkinan kapasitas karyawan yang bekerja dari rumah alias WFH dinaikkan menjadi 100 persen. Kebijakan WFH 100 persen ini akan diambil jika pemerintah masih menemukan adanya klaster corona di perkantoran.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru