Dukung Revisi UU ITE, PKS Singgung Haikal Hassan yang Dipolisikan Karena Mimpi
Nasional

Menurut anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Achmad Dimyati Natakusumah, ada sejumlah pasal dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang bersifat karet alias penerapannya tidak pasti.

WowKeren - Presiden Joko Widodo telah membuka opsi untuk merevisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Diketahui, UU ITE selama ini kerap digunakan untuk saling melapor ke polisi.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) lantas memberikan dukungan kepada revisi UU ITE tersebut. Menurut anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Achmad Dimyati Natakusumah, ada sejumlah pasal dalam UU ITE yang bersifat karet alias penerapannya tidak pasti.

"Jadi UU ITE itu memang banyak problem terkait dengan pasal-pasalnya," terang Dimyati dilansir detikcom pada Selasa (16/2). "Jadi banyak sekali pasal karet dalam UU ITE yang bisa akhirnya digunakan dan bisa tidak gitu, cuma yang harus direvisi."

Selain itu, Dimyati juga kembali menyoroti sejumlah kasus UU ITE yang sempat ramai. Salah satunya adalah Sekretaris Jenderal Habib Rizieq Syihab (HRS) Center, Haikal Hassan, yang dipolisikan usai mengaku bermimpi didatangi Nabi Muhammad SAW.


"Ya ada contoh mimpi itu jadi diadukan, mimpinya Babe Haikal, masa orang mimpi dimasalahin, tapi dalam UU ITE boleh itu," ungkap Dimyati. "Orang yang merasa dia pengekspos dan dianggap ini adalah UU ITE melanggar UU ITE, maka itu boleh. Tapi si polisi selektif, maka yang harus diubah UU-nya."

Menurut Dimyati, pelapor, terlapor, hingga penegak hukum dalam kasus tersebut sebetulnya tak melakukan kesalahan. Namun permasalahan terletak pada UU ITE yang berlaku hingga membuat penegak hukum terkesan melakukan tebang pilih.

"Yang melaporkan tidak salah, yang dilaporkan tidak salah, yang memeriksa tidak salah, yang salah siapa? UU-nya, UU-nya terlalu protektif," kata Dimyati. "UU tujuannya baik tapi terlalu protektif dan disalahgunakan akhirnya, yang kasihan siapa? Para penegak hukum, dianggap tebang pilih, abuse of power, tidak equality before the law, tidak supreme of law, tidak do process of law. Ini yang problem."

Lebih lanjut, Dimyati menilai sejumlah pasal dalam UU ITE belum pasti dan kerap membatasi kebebasan orang dalam berpendapat atau menyampaikan kritik. Seperti Pasal 26 ayat 3 terkait penghapusan informasi tidak relevan, Pasal pasal 27 ayat 1 tentang asusila, Pasal 28 tentang ujaran kebencian, Pasal 29 tentang ancaman kekerasan, Pasal 36 tentang kerugian, Pasal 40 ayat 2 tentang muatan yang dilarang, hingga Pasal 47 ayat 2 tentang pemutusan akses.

"Polisi mah enggak salah, mereka yang menindak karena ada UU-nya, ada payung hukumnya," pungkasnya. "Maka seyogyanya supaya untuk tidak debatable, supaya negara ini lebih demokratis, lebih terbuka, lebih bebas imajinasi, bebas berpendapat, bebas mengkritik, nah itu yang harus memang direvisi."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait