Angka Kematian COVID-19 Dinilai Masih Tinggi, Luhut Sebut Tak Lagi Jadi Indikator Penentu Level PPKM
jatengprov.go.id
Nasional

Pemerintah telah resmi memperpanjang PPKM hingga 16 Agustus mendatang. Dalam memutuskan perpanjangan, ada sejumlah indikator pertimbangan yang dievaluasi oleh pemerintah.

WowKeren - Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti angka kematian COVID-19 dan positivity rate COVID-19 di Indonesia yang dinilai masih tinggi. Ia lantas meminta agar dua indikator ini dapat ditekan selama masa penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diperpanjang hingga 16 Agustus mendatang.

"Tren kasus beberapa hari terakhir memang menurun, tapi angka kematian dan positivity rate masih relatif tinggi," tutur Puan dalam keterangan tertulis, Selasa (10/8). "Dua indikator ini harus terus ditekan."

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Senin (9/8) kemarin, Puan menyebut bahwa positivity rate masih berada di angka 36,34 persen. Artinya bahwa masih jauh di atas standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 5 persen.

Selain itu, Puan juga menemukan angka kematian COVID-19 pada Senin (9/8), tercatat ada sebanyak 1.475 jiwa. "Pemerintah harus fokus untuk menekan dua indikator tersebut sampai di bawah standar yang berlaku," imbuhnya.


Kemudian, Puan juga menyatakan bahwa pemerintah harus terus meningkatkan 3T (testing, tracing, treatment) yang semakin masif. Kalau 3T tidak dilakukan secara masif, nantinya dikhawatirkan penularan hanya bergerak naik turun, tetapi tidak melandai. Akibatnya, tidak ada informasi yang tepat mengenai daerah yang benar-benar red zone.

Selanjutnya, Puan juga meminta agar pemerintah terus melaksanakan percepatan vaksinasi COVID-19. "Karena fakta-nya vaksinasi adalah salah satu cara utama menekan risiko kematian," tandas Puan.

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marives) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pemerintah tidak lagi menggunakan angka kematian COVID-19 sebagai indikator penetapan level PPKM. "Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian," terang Luhut dalam konferensi pers, Senin (9/8).

Koordinator PPKM Jawa-Bali itu mengatakan bahwa langkah itu diambil sebab berdasarkan hasil evaluasi PPKM sebelumnya, ditemukan akumulasi data kematian selama beberapa pekan ke belakang. Menurutnya, hal ini menyebabkan data terdistorsi, sehingga mempengaruhi penilaian tingkat kematian pasien COVID-19 di suatu daerah.

"Menyangkut ini pun kami sekarang terus bekerja keras untuk mengharmonisasikan data dengan itu juga memperbaiki Silacak (Sistem Informasi Pelacakan)," pungkas Luhut.

(wk/tiar)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait