Laboratorium Inggris Ditutup Usai Beri Hasil COVID-19 Negatif Palsu ke 43.000 Orang
Dunia

Sejumlah ilmuwan memperingatkan hasil negatif palsu terhadap sekitar 43.000 orang itu dapat berkontribusi pada penyebaran infeksi yang sekarang berada di level tertinggi sejak Juli.

WowKeren - Sebuah laboratorium tempat uji COVID-19 di Inggris tengah telah ditangguhkan operasinya. Langkah ini diambil usai muncul kekhawatiran bahwa mereka telah salah memberikan hasil tes PCR negatif kepada orang-orang yang terinfeksi.

Kabar ini sebagaimana disampaikan oleh Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKSHA) pada hari ini, Jumat (15/10). Sebelumnya, pihak NHS Test and Trace telah melakukan penyelidikan ke laboratorium di Wolverhampton setelah mendapat laporan dari warga bahwa mereka mendapatkan hasil tes PCR negatif setelah dites positif pada perangkat aliran lateral cepat (LFD).

Menurut rekomendasi pemerintah, PCR padahal lebih akurat ketimbang LFD. Masyarakat dapat menghentikan isolasi mandiri mereka jika hasil LFD positif diikuti dengan hasil tes PCR negatif. Bukan satu atau dua orang UKHSA mengatakan bahwa ada sekitar 43.000 orang mungkin telah diberi hasil negatif COVID-19 yang salah oleh lab ini.

Ini terjadi terutama di Inggris bagian barat daya. Dr Will Welfare, Direktur Insiden Kesehatan Masyarakat di UKSHA, mengatakan jika pihaknya tengah melakukan penyelidikan. "Kami segera menangguhkan pengujian di laboratorium ini sementara kami melanjutkan penyelidikan."


Menurut penyelidikan yang telah dilakukan sejauh ini, kesalahan tidak ditemukan pada alat uji tes, baik untuk LFD maupun PCR. Untuk itu, ia mengimbau agar masyarakat tetap percaya dengan keakuratan alat tes untuk tetap menggunakannya.

"Tidak ada bukti kesalahan pada alat tes LFD atau PCR itu sendiri," ujarnya menambahkan. "Dan masyarakat harus tetap percaya diri dalam menggunakannya dan dalam layanan laboratorium lain yang saat ini disediakan."

Sejumlah ilmuwan memperingatkan bahwa hasil negatif palsu dapat berkontribusi pada penyebaran infeksi yang sekarang berada di level tertinggi sejak Juli. Kit Yates dari Departemen Ilmu Matematika Universitas Bath menegaskan bahwa 43.000 orang yang mendapat hasil tes palsu tersebut telah membaur ke tengah masyarakat.

"Banyak dari orang-orang ini akan dipaksa masuk sekolah atau bekerja yang berpotensi menulari orang lain," tegasnya. "Ini bisa menjadi bagian dari alasan di balik beberapa kenaikan baru-baru ini yang telah kita lihat."

(wk/zodi)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait