KSP Ungkap Masyarakat Umum Juga Bisa Karantina Mandiri, Begini Penjelasannya
AP Photo/Hiro Komae
Nasional

Melalui Surat Edaran Satgas COVID-19 25/2021, pemerintah mengizinkan sejumlah kelompok termasuk pejabat setingkat Eselon I ke atas untuk menjalani karantina mandiri setelah bepergian ke luar negeri.

WowKeren - Belakangan polemik soal pelaksanaan karantina pelaku perjalanan internasional kerap menjadi sorotan. Pasalnya terungkap bahwa pejabat negara setara Eselon I ke atas bisa mendapat pengecualian untuk menjalani karantina mandiri.

Namun menurut Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Abraham Wirotomo, pengecualian karantina mandiri ini juga tidak ditujukan untuk pejabat negara saja. Diskresi ini, menurut Abraham, juga diberikan untuk beberapa pihak lain seperti pejabat diplomatik yang menjalani kunjungan kenegaraan atau delegasi negara anggota-anggota G20.

Bahkan diskresi serupa juga berhak diberikan kepada masyarakat umum. "Bahkan masyarakat biasa juga bisa mendapat pengecualian karantina mandiri, yang memiliki alasan kesehatan dan kemanusiaan," tutur Abraham lewat siaran resmi KSP, Kamis (23/12).

Abraham menerangkan diskresi untuk pejabat negara tersebut selayaknya berbagai fasilitas lain yang memang berhak mereka dapatkan, seperti hak pengawalan atau semacamnya. Dengan kata lain, diskresi pelaksanaan karantina mandiri bukan bentuk pilih kasih pemerintah dengan memberi perlakuan istimewa kepada pejabat.


Tujuan pemberian diskresi pun untuk menunjang tugas-tugas kenegaraannya. "Ini yang harus dipahami oleh masyarakat," tegas Abraham.

Yang terpenting, dispensasi karantina mandiri itu pun harus dijalankan sesuai prosedur Satuan Tugas Penanganan COVID-19. "Pejabat tetap harus berkirim surat pengajuan karantina mandiri ke Satgas, harus ada keterangan punya kamar tidur dan kamar mandi yang terpisah," papar Abraham.

Selain itu, pelaku karantina juga harus melampirkan hasil tes RT-PCR serta perjalanan karantinanya akan tetap diawasi petugas. Pada kesempatan tersebut, Abraham juga menegaskan bahwa pemerintah bukan hanya berusaha mengendalikan pandemi COVID-19 dari segi kesehatan tetapi juga memulihkan ekonomi negara.

"Kalau pemerintah kaku dan hanya memikirkan dampak kesehatan maka tidak ada itu skema travel bubble, tidak ada kunjungan delegasi G20 atau lainnya. Aturan bisa berubah sewaktu-waktu melihat kondisi terkini dengan pendekatan kesehatan dan ekonominya," jelas Abraham.

Sebagai pengingat, saat ini pemerintah mewajibkan pelaku perjalanan internasional untuk menjalani karantina selama 10 hari setelah tiba di Indonesia. Pemerintah menyediakan layanan karantina gratis yang hanya ditujukan untuk PMI, pelajar/mahasiswa, hingga ASN yang baru melakukan kunjungan kerja ke luar negeri.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait