Cerita Mualaf Tionghoa Yang Masih Rayakan Imlek, Anggap Sebagai Budaya dan Ajang Silaturahmi
Pixabay/ilustrasi/tookapic
Nasional

Sejumlah muslim keturunan Tionghoa masih turut merayakan Tahun Baru Imlek bersama keluarga besar. Mereka menilai Imlek bukan hanya sekedar perayaan keagamaan semata.

WowKeren - Tahun Baru Imlek jadi salah satu momen penting bagi para keturunan Tionghoa terutama yang menganut agama Konghucu. Meski begitu, sejumlah keturunan Tionghoa yang menganut agama lain tetap mengikuti perayaan Imlek sebagai tradisi dan budaya. Termasuk beberapa muslim Tionghoa berikut.

Salah satunya adalah Naga Kunadi yang merupakan seorang mualaf. Naga Kunadi juga merupakan salah satu pengurus di Yayasan Karim Oei. Yayasan ini menaungi Masjid Lautze yang terletak di Sawah Besar.

"Kita pahamkan kepada teman-teman yang masuk Islam, bahwa kita masuk Islam ini mengubah keyakinan, loh, bukan mengubah etnis. Tapi walau begitu, ada juga yang kadang udah masuk Islam, merasa dirinya tidak perlu lagi menjaga tradisi Chinese. Ya, itu masing-masing lah," ujarnya.

Lahir dan besar di keluarga Tionghoa, Naga mengaku hingga kini masih ikut merayakan Imlek. Berdasarkan sejarah, menurutnya, Imlek bukan tradisi keagamaan sehingga tidak masalah jika ia masih tetap merayakannya.

"Kadang-kadang ketika ada orang Chinese masuk Islam, kemudian dia enggak mau ikut lagi Imlek, itu kadang-kadang yang jadi sorotan juga, sehingga entar dari keluarga Chinese mikir udah masuk Islam jadi fanatik dan segala macam," ungkapnya.

Merayakan Imlek sebagai muslim, Naga mengakui membatasi rangkaian kegiatan Imlek. Ia meninggalkan apa yang menurutnya tak sesuai dan mempertahankan apa-apa yang menurutnya tidak bertentangan dengan keyakinan. Semua itu dilakukan Naga secara perlahan.


Selain soal sembahyang, ia pun mengaku tidak mengikuti kegiatan makan-makan bersama keluarganya. Perayaan Imlek setiap tahun, bagi Naga kini dimanfaatkan sebagai ajang silaturahmi dengan keluarganya. Dalam Islam, kata dia, silaturahmi dianjurkan.

"Misalnya kita enggak bisa tradisi makan bareng. Sulit sekali. Bukannya kita enggak mau ya. Apalagi makanan pas saat makan bareng itu kan enggak pas untuk orang Islam," ujarnya.

"Silaturahim kan termasuk ajaran Islam. Kenapa kita tidak manfaatkan ajaran ini. Tetap saya datang ke ibu saya. Bahkan setelah saya menikah, saya ajak istri saya meski bukan orang chinese," lanjutnya.

Tak beda jauh dengan Andi, pria yang tinggal di Depok, Jawa Barat yang menjadi mualag pada 2021 lalu. Ia tumbuh di keluarga yang sebelumnya juga telah ada yang masuk islam.

Sebelum masuk Islam, ia masih ingat bahwa momen imlek diisi dengan sembahyang, makan bersama keluarganya hingga bagi-bagi angpao. Namun Andi mengaku tetap menjaga silaturahmi Imlek. Menurutnya, Imlek adalah warisan tradisi dan budaya, bukan ritual keagamaan.

Andi pun kini memanfaatkan Imlek sebagai momen bersilaturahmi dengan keluarganya. Andi juga menganggap Imlek sebagai sebuah tradisi budaya.

"Itu kan tidak ada unsur agama. Imlek cuma perayaan musim semi. Ada juga yang muslim kagak mau, ditinggalin semua. Kalau saya tetap aja, (silaturahmi) saudara ya saudara. Budaya itu, enggakada unsur agama," pungkasnya.

(wk/amel)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait