Penuh Makna dan Budaya, Ini 8 Tradisi Pemakaman Unik yang Jadi Wisata Menarik di Indonesia
manusialembah.com
Travel

Yuk ketahui pemakaman unik yang ada di Indonesia. Siapa tau tertarik berkunjung!

WowKeren - Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan. Hal ini membuat tradisi di tiap daerah berbeda. Mulai dari tradisi pernikahan, lahiran, selamatan hingga pemakaman pun, setiap daerah memiliki khas-nya masing-masing.

Bicara soal pemakaman, beberapa daerah di Indonesia memiliki tradisi pemakaman yang terbilang unik. Saking uniknya, pemakaman tersebut membuat banyak wisatawan berkunjung, tak hanya lokal namun juga turis asing, lho.

Berikut 8 tradisi pemakaman unik yang ada di Indonesia. Siapa tahu kalian tertarik berkunjung. Simak di bawah ini, ya.

(wk/nris)

1. Tradisi Mepasah di Desa Trunyan, Bali


Tradisi Mepasah di Desa Trunyan, Bali

Jika bicara soal tradisi pemakaman di Bali, ngaben asti langsung terlintas dalam pikiran kalian. Ngaben merupakan tradisi pembakaran pada jenazah. Namun, masyarakat Desa Trunyan, Bali memiliki tradisi yang lebih unik lagi, yakni mepasah.

Mepasah merupakan tradisi membiarkan mayat di alam terbuka. Tidak sembarang orang yang dimakamkan dengan cara mepasah, melainkan diperuntukkan bagi mereka yang meninggal dengan wajar. Satu hal yang lebih unik lagi, jenazah tersebut tidak mengeluarkan bau apapun meski dibiarkan begitu saja.

Hal tersebut dikarenakan jenazah diletakkan di dekat pohon Taru Menyang. Pohon ini sudah ada sejaki ribuan tahun tersebut menyebarkan wangi di sekelilingnya, sehingga bau busuk tidak tercium. Selain diletakkan di depan pohon, jenazah diberi kurungan bernama ancak saji yang berbentuk segitiga agar terhindar dari binatang buas. Jenazah akan dibiarkan hancur secara alami, kemudian tulang belulangnya akan dipindahkan.

2. Masyarakat Kambira di Toraja, Kuburan Bayi Di Pohon


Masyarakat Kambira di Toraja, Kuburan Bayi Di Pohon

Toraja dikenal dengan banyak tradisi pemakaman yang berbeda dari lainnya. Salah satunya untuk memakamkan bayi, masyarakat Kambira, kabupaten Tana Toraja memiliki cara khusus. Bayi yang berusia di bawah 6 bulan akan dimakamkan di dalam pohon taraa'.

Pohon taraa' dipilih untuk menguburkan bayi lantaran memiliki banyak getah yang dianggap sebagai pengganti air susu ibu (ASI). Saat meninggal, masyarakat Toraja menganggap bayi tersebut dikembalikan ke rahim ibunya.

Untuk memakamkan bayi, pohon taraa' akan dilubangi dengan diameter seukuran bayi. Kemudian jenazah diletakkan dalam lubang pohon tanpa dibungkus. Lubang tersebut kemudian akan ditutup dengan menggunakan ijuk. Selain itu, tidak ada bau yang tercium dari pohon taraa' tersebut.

Lokasi pemakaman bayi ini kini menjadi salah satu objek wisata yang menarik perhatian. Baby Grave Kambira banyak dikunjungi oleh para wisatawan asing dan juga lokal. Banyak biro perjalanan yang juga menyediakan trip ke lokasi ini.

3. Ritual Pemakaman Tau-Tau, Toraja


Ritual Pemakaman Tau-Tau, Toraja

Masih di Toraja, mari kita beralih ke ritual pemakaman Tau-tau. Tau sendiri dalam bahasa lokal adalah manusia. Pengulangan kata dalam bahasa lokal maupun bahasa Indonesia berarti "sesuatu yang menyerupai. Maka tak heran jika Tau-tau artinya sesuatu yang menyerupai manusia.

Ritual pemakaman Tau-tau dijalankan dengan menggunakan patung pahatan yang bentuknya menyerupai orang yang telah meninggal. Dalam pembuatannya membutuhkan waktu yang lama dan biaya besar. Biasanya seseorang yang status sosialnya lebih rendah akan menggunakan bambu, sedangkan menengah bisa menggunakan kayu cendana atau rambut. Untuk kalangan atas menggunakan pohon nangka asli Toraja.

Pada zaman dahulu, pembuatan patung Tau-tau menggunakan ukiran yang terbuat dari tulang kerbau tetapi sekarang alat ukiran menggunakan besi. Dahulu, patung-patung tersebut memiliki raut wajah yang abstrak, namun sekarang jadi lebih detail. Ketika upacara telah selesai, Tau-tau akan ditempatkan di balkon di atas tebing atau di bagian luar gua tempat tubuh almarhum ditaruh. Masyarakat percaya bahwa roh orang yang meninggal akan memasuki Tau-tau dan terus hidup.

4. Ritual Ma' Nene di Toraja, Cara Tunjukkan Rasa Kasih Sayang pada yang Sudah Meninggal


Ritual Ma' Nene di Toraja, Cara Tunjukkan Rasa Kasih Sayang pada yang Sudah Meninggal

Salah satu ritual pemakaman yang kerap menarik perhatian wisatawan setiap tahun adalah ritual Ma' nene. Ritual ini bertujuan untuk mengganti pakaian mayat yang masih diterapkan masyarakat Tana Toraja hingga saat ini. Jenazah yang didandani dalam ritual ini sudah berusia puluhan tahun, bahkan ratusan.

Ma' nene menjadi momen untuk seluruh keluarga berkumpul. Anggota keluarga yang di luar Tana Toraja pun akan sebisa mungkin pulang demi menghadiri ritual tersebut. Ritual ini juga memberi arti bahwa hubungan keluarga tidak akan putus hanya karena kematian. Semua prosesi ini dilakukan dengan suka cita dan dilarang untuk menunjukkan perasaan berkabung.

Setelah dibersihkan dan didandani, mayat tersebut akan dibawa berjalan di sekitar desa mengikuti jalur yang dibuat oleh tetua adat. Setelah menuntun mayat ke peristirahatan terakhir, penduduk akan mengorbankan kerbau dan babi sebagai bentuk persembahan agar para arwah bisa berjalan bebas menuju surga.

5. Prosesi Pemakaman Rambu' Solo di Toraja yang Memakan Banyak Biaya


Prosesi Pemakaman Rambu' Solo di Toraja yang Memakan Banyak Biaya

Masyarakat Toraja memiliki ritual pemakaman yang paling terkenal, yakni rambu' solo. Ritual ini dapat dilakukan kapan saja setelah keluarga menyiapkan segala keperluan. Selama menyiapkan keperluan, jenazah akan disimpan di rumah dan diawetkan. Sebelum melaksanakan rambu' solo, jenazah belum dianggap meninggalnya. Ia dianggap sakit atau lemah.

Perlu kalian ketahui bahwa waktu untuk melakukan rambu' solo bagi seseorang yang telah meninggal tidak ditentukan. Lantaran biaya yang dikeluarkan akan sangat besar, tak sedikit yang baru dimakamkan setelah bertahun-tahun meninggal bahkan puluhan tahun, lho.

Prosesi pemakaman rambu' solo juga dilakukan selama beberapa hari.Sebelum acara ini, keluarga akan menyelenggarakan banyak acara mulai dari adu kerbau, memotong kerbau dan babi, pembangunan menara kayu, arak-arakan dan masih banyak lagi.

6. Waruga, Pemakaman Duduk di Minahasa


Waruga, Pemakaman Duduk di Minahasa

Waruga merupakan sejenis sarkofagus berbahan batu yang difungsikan sebagai makam oleh Suku Minahasa. Waruga mulai digunakan sejak abad 8 masehi, namun pada 1800-an, tradisi ini dilarang oleh Belanda lantaran dianggap menyebarkan penyakit tipus dan kolera.

Desa Sawangan, Kabupaten Minahasa memiliki Taman Purbakala Waruga yang terdapat sebanyak 144 waruga. Lokasi ini menjadi cagar budaya dan banyak didatangi oleh wisatawan untuk mengenal sejarah sekaligus berfoto. Sebelum masuk, kalian akan menemukan lorong yang kanan-kiri dindingnya terdapat relief yang menjelaskan proses pembuatan waruga.

Earuga sendiri dibuat dengan membelah batu menjadi dua. Satu bagian dibentuk persegi empat dengan rongga di tengah, bagian lainnya dibentuk seperti kubah rumah. Perlu kalian ketahui bahwa, waruga berasal dari dua kata, yakni waru yang artinya rumah. Sementara ruga yang berarti raga. Dalam "rumah raga" itu, jenazah disemayamkan dalam posisi duduk, seperti bayi dalam kandungan.

7. Mumifikasi Suku Asmat di Papua


Mumifikasi Suku Asmat di Papua

Suku asmat di Papua memiliki tradisi pemakaman dengan mumifikasi. Namun, ritual ini tidak dilakukan untuk sembarangan orang. Hanya orang-orang tertentu yang dapat dimumifikasikan, seperti kepala suku atau orang-orang penting lainnya.

Proses mumifikasi ini dilakukan dengan mengolesi jenazah dengan ramuan alami yang kemudian jenazah tersebut diletakkan di atas perapian. Hal ini bertujuan agar jenazah terkena asap hingga kulit pada jasad tersebut menghitam. Asap tersebut akan membantu proses mumifikasi. Uniknya lagi, jenazah akan dimumifikasi dengan posisi duduk.

Jenazah yang telah dimumifikasi akan dikeluarkan ketika terdapat acara-acara penting seperti ritual adat. Mumi ini akan didudukkan dihadapan banyak orang pada acara itu. Kegiatan ini dilakukan untuk dapat mengenang jasa mereka.

8. Makam yang Berada di Atas Tanah Masyarakat Dayak Banuaq di Kalimantan


Makam yang Berada di Atas Tanah Masyarakat Dayak Banuaq di Kalimantan

Masyarakat Dayak Banuaq tidak menguburkan jenazah orang yang telah meninggal di dalam tanah. Jenazah akan dimasukkan ke dalam kayu berbentuk bulat dan digantung di sekitar rumah hingga akhirnya menjadi tumpukan tulang. Setelah menjadi tulang, jenazah akan dimasukkan ke dalam kotak kayu ulin yang disangga beberapa tiang.

Mereka percaya bahwa tempat menyimpan jenazah tersebut akan menjadi tempat roh bersemanyam. Sebelum dipindahkan ke dalam kotak ulin, jenazah akan melalui sebuah upacara pemberkatan. Upacara tersebut akan dipenuhi dengan nyanyi-nyanyian yang mendoakan orang yang telah meninggal.

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru