Fakta Soal Happy Hypoxia: Sudah di RI Sejak Maret dan Bisa Diamati dari Gejala Batuk
Health

Happy hypoxia baru beberapa waktu belakangan menjadi sorotan di tengah pandemi COVID-19. Namun rupanya gejala kritis ini sudah teramati pada pasien di Indonesia sejak Maret.

WowKeren - Happy hypoxia adalah komplikasi gejala klinis pada pasien positif COVID-19 yang belakangan begitu ditakuti. Pasalnya sindrom ini membuat saturasi atau kadar oksigen dalam darah berkurang drastis sampai membuat tubuh dalam kondisi kritis namun mengejutkannya dari luar terlihat baik-baik saja.

Kendati baru menjadi bahasan panas beberapa waktu belakangan, rupanya gejala ini sudah ditemui pada pasien-pasien COVID-19 di Indonesia sejak Maret 2020. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto mengungkap RS Persahabatan ternyata mencatat sekitar 1,7 persen pasiennya mengalami happy hypoxia.

"Saya punya data sedikit di RS Persahabatan, bahwa dari pasien COVID-19 derajat (kategori) sedang, yang dirawat sekitar 200. Kami temukan ada kejadian hypoxemia tanpa keluhan sesak napas itu sekitar 1,7 persen," ungkap Agus dalam konferensi pers PDPI, Selasa (8/9). "Tidak banyak, tetapi ada pasien-pasien yang mengeluh ada terjadi hypoxemia tetapi tidak ada keluhan sesak napas."

Informasi ini pun dibenarkan oleh Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat (PP) PDPI, dr Erlina Burhan. Menurutnya kala itu ada pasien dengan saturasi oksigen mencapai 90. Namun alih-alih khawatir, para tenaga medis malah mengagumi "ketangguhan" tubuh sang pasien mengingat pengetahuan soal COVID-19 masih sangat terbatas.


"Ini sebetulnya di RS Persahabatan kasusnya sudah ada," beber Erlina, dilansir dari Detik Health, Kamis (10/9). "Bulan Maret itu pasien kami yang saturasinya sudah 90 tetapi dia masih berjalan ke kamar mandi, masih menelepon istrinya, masih membaca buku, tidak terlihat sesak."

"Kami juga waktu itu heran, ini pasien hebat banget karena ini kan penyakit baru," imbuhnya. "Pengetahuan kita saat itu masih terbatas tentang COVID-19."

Namun kekinian sudah terungkap bahwa pasien dengan gejala seperti itu harus segera mendapatkan penanganan atau malah berakhir fatal. Namun jelas menjadi pekerjaan besar bagi pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri karena tak selalu bisa mengakses pulse oxymeter untuk mengukur saturasi oksigen.

Tetapi ternyata happy hypoxia semacam ini bisa diwaspadai dari gejala seperti batuk yang menetap. "Batuk yang menetap, cepat pertimbangkan happy hypoxia sudah dekat," tegas Guru Besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI, Prof Menaldi Rasmin.

Selain itu, bisa pula mewaspadai dari pengamatan kondisi tubuh, terutama di bagian bibir dan jari-jari. "Kalau ada pasien-pasien COVID-19 yang diisolasi mandiri dengan gejala, semakin lemah misalnya tetapi tidak sesak, tetapi gejalanya semakin lemah, barangkali bisa juga dilihat bibir atau jari-jarinya kebiruan segera dibawa ke rumah sakit, karena di rumah sakit akan diberikan terapi oksigen," pungkas Erlina.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait