Thailand Tutup Situs Berita Karena Liput Demo, Dituding Sebarkan Berita Palsu
Dunia

Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-ocha, menuduh para outlet media itu menerbitkan dan menyiarkan materi yang melanggar undang-undang kejahatan komputer dan keputusan darurat.

WowKeren - Empat situs berita Thailand diperintahkan ditutup pada Selasa (20/10) karena meliput unjuk rasa anti-pemerintah yang berlangsung hampir sepekan terakhir.

Voice TV, situs web yang sebagian dimiliki oleh keluarga Perdana Menteri yang diasingkan, Thaksin Shinawatra, adalah satu dari empat organisasi media yang diselidiki karena melaporkan gerakan protes yang sedang berlangsung. Tiga media lainnya yakni Prachatai, The Reporters, dan The Standard.

Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-ocha, menuduh para outlet media itu menyebarkan berita palsu. "Kebebasan media itu penting tapi dalam beberapa kasus ada beberapa media yang menyebarkan informasi menyimpang yang memicu keresahan," kata Prayut setelah perintah pengadilan menyusul keluhan dari Kementerian Ekonomi Digital.

Kementerian Ekonomi Digital mengatakan empat media tersebut dituduh menerbitkan dan menyiarkan materi yang melanggar undang-undang kejahatan komputer dan keputusan darurat.

Terkait perintah penutupan tersebut, Eksekutif Voice TV Makin Petplai membantah liputan mereka membahayakan keamanan nasional. "Selama sebelas tahun, Voice TV telah berkomitmen pada demokrasi, memberikan ruang kepada opini orang-orang dari semua sisi dengan keterbukaan, transparansi, dan tanggung jawab terhadap fakta," ujar Petplai dalam sebuah pernyataan di situs Voice TV.

Sedangkan komentator politik dari Voice TV, Virot Ali, mengatakan stasiun itu akan terus menyiarkan siaran daring sampai mereka menerima perintah tertulis dari pengadilan. "Ini adalah campur tangan langsung negara. Kami dipilih karena negara ingin menghalangi platform lain," katanya.

Sementara Klub Responden Asing Thailand mengungkapkan keprihatinan mendalam atas penyelidikan Polisi Kerajaan Thailand terhadap Voice TV, Prachatai, The Reporters, dan The Standard. Keempat outlet media tersebut telah menyiarkan rekaman langsung melalui Facebook selama aksi protes.


"Media yang bebas adalah elemen penting dalam masyarakat demokratis dan jurnalis yang bonafid harus diizinkan untuk melaporkan perkembangan penting tanpa ancaman larangan, skorsing, sensor, atau penuntutan yang membayangi mereka," kata klub itu.

Putusan pengadilan itu dikeluarkan sehari setelah Kementerian Ekonomi Digital dan Masyarakat mengatakan telah menandai lebih dari 325 ribu pesan di platform media sosial yang melanggar Undang-Undang Kejahatan Komputer, yang menurut para kritikus digunakan untuk memberangus perbedaan pendapat.

Demonstrasi di Thailand sendiri memang tetap dilakukan meski warga telah mendapatkan peringatan dari polisi bahwa mereka melanggar hukum. Beberapa peserta yang mengikuti aksi demonstrasi pada Sabtu (17/10) lalu ditangkap oleh kepolisian.

Namun, kepolisian hanya menangkap sedikit peserta unjuk rasa karena aksi dilakukan secara damai. Unjuk rasa itu dilakukan di beberapa titik di sekitar Bangkok.

Diketahui, gelombang protes aktivis pro-demokrasi agar Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha sudah terjadi sejak Maret 2020. Aksi unjuk rasa dimulai di beberapa universitas. Kemudian, unjuk rasa sempat berhenti karena pandemi COVID-19. Lalu, aksi itu kembali dilanjutkan pada Juli 2020 hingga sekarang.

Sampai saat ini tercatat sudah 40 orang demonstran ditangkap sejak aksi unjuk rasa dimulai sejak awal pekan. Prayuth menyarankan supaya para demonstran dan aktivis berdoa di kuil ketimbang turun ke jalan, karena khawatir dengan penyebaran virus corona.

Salah satu tuntutan demonstran adalah mendesak supaya Prayuth yang mulanya adalah panglima Angkatan Bersenjata Thailand dan berkuasa setelah melakukan kudeta pada 2014 untuk mengundurkan diri. Sebab aktivis menilai hasil pemilu pada 2019 yang mengukuhkan dia menjadi Perdana Menteri adalah tidak sah dan penuh kecurangan.

Demonstrasi juga mendesak supaya Thailand menggelar pemilihan umum dan parlemen baru, serta menyusun undang-undang dasar yang baru untuk menggantikan konstitusi yang disusun oleh junta militer.

(wk/luth)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait