Utang Pemerintah RI 'Disemprit' Lewati Batas IMF, Kemenkeu Beri Klarifikasi
Instagram/the_imf
Nasional

BPK mengkhawatirkan utang pemerintah yang telah melampaui batas aman IMF, yakni di kisaran 46,77 persen pada tahun lalu. Kemenkeu pun memberi klarifikasi soal peringatan tersebut.

WowKeren - Di luar masalah pengendalian wabah COVID-19, pemerintah Indonesia banyak disorot perkara utangnya. Bahkan baru-baru ini utang pemerintah dikhawatirkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena dinilai telah melampaui batas aman Dana Moneter Internasional (IMF) maupun International Debt Relief (IDR).

Kementerian Keuangan pun menanggapi soal "sempritan" ini. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Luky Alfirman, mengapresiasi pelaksanaan audit dan penilaian dari BPK tersebut.

Meski demikian, Luky mengingatkan bahwa bukan hanya Indonesia yang menghadapi situasi luar biasa termasuk kenaikan utang di tengah pandemi COVID-19. Sebab pemerintah harus mengambil kebijakan countercynical.

"Dalam kondisi pandemi saat ini, hampir tidak ada negara rasio utangnya di kisaran itu (batas aman IMF)," terang Luky kepada Kumparan, Kamis (24/6). Untuk informasi, standar aman rasio utang terhadap penerimaan adalah di kisaran 25-30 persen, sedangkan saat ini Indonesia sampai di level 46,77 persen.

Luky lantas mencontohkan situasi di beberapa negara. Seperti Filipina dengan rasio utang 48,9 persen, Thailand 50,4 persen, Tiongkok 61,7 persen, Korea Selatan 48,4 persen, dan Amerika Serikat 131,2 persen.


Luky memastikan, sejak 2020, pemerintah telah menjalankan langkah-langkah extraordinary untuk menjaga pembiayaan pada kondisi aman serta menekan biaya utang. Salah satunya dengan burden sharing dengan Bank Indonesia sehingga bank sentral itu ikut menanggung biaya bunga utang.

Pemerintah juga melakukan konversi pinjaman luar negeri, yakni mengubah pinjaman dalam USD (Dolar AS) menjadi EUR (Euro Eropa) dan JPY (Yen Jepang). Selain itu utang dengan bunga mengambang juga dijaga agar suku bunganya tetap mendekati nol persen.

"Sehingga mengurangi risiko dan beban bunga ke depan," papar Luky. "Dengan berbagai respons kebijakan tersebut, ekonomi Indonesia di 2020 cenderung tumbuh relatif cukup baik dibanding negara lain."

Bahkan menurut Luky saat ini Indonesia juga diapresiasi oleh lembaga pemeringkat kredit internasional karena mampu mempertahankan diri di masa pandemi. Sebab saat ini sudah ada 124 negara yang mengalami penurunan peringkat, bahkan sampai meminta pengampunan utang lewat skema Paris Club.

"Pemerintah sepakat untuk terus waspada dan mengajak semua pihak bekerja sama dalam mendukung pengelolaan pembiayaan negara. Pemerintah senantiasa mengelola pembiayaan secara hati-hati, kredibel, dan terukur," jelas Luky. "Termasuk dalam beberapa tahun terakhir ini ketika terjadi perlambatan ekonomi global, APBN berfungsi sebagai instrumen kebijakan countercynical dengan pembiayaan sebagai alat untuk menjaga ekonomi."

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru