Get Healthy : Diet Ekstrem Picu Eating Disorder, Tiktokers Asal Bali Ini Bongkar Perjuangan Sembuh
Instagram/cokardina
Health

Sempat lakukan diet ekstrem sampai takut makan, Ardina Ratih pun divonis derita eating disorder. Akui pernah salah langkah awal penanganan, seperti apa kisah perjuangannya untuk sembuh?

WowKeren - Eating disorder atau gangguan makan merupakan kondisi psikologis yang berhubungan dengan kebiasaan makan. Gangguan ini ditandai dengan adanya rasa takut makan hingga sengaja memuntahkan makanan. Keadaan ini pernah dialami oleh Ardina Ratih. Wanita berusia 24 tahun asal Bali ini punya pengalaman pahit saat menderita eating disorder.

Semuanya diawali saat Ardina masih duduk di bangku SMA. Ia tergabung dalam anggota paskibraka yang wajib menjaga berat badan. Karena kurang ilmu, ia pun menjalani diet ekstrem karena ingin hasil cepat dan instan. Ia tidak mengonsumsi nasi dan melewatkan makan malam. Parahnya, ia sempat hanya mengonsumsi dua kotak susu low fat atau satu lembar keju slice dalam satu hari. Merasa ada yang tidak beres, Ardina kemudian dibawa menemui dokter gizi oleh orang tuanya.


Photo-INFO

TikTok/cokardina


Meski sudah dibawa ke dokter gizi, keadaan Ardina tidak kunjung membaik. Malah, obsesinya terhadap makanan semakin besar. Ada satu waktu dimana ia kalap dan makan sebanyak-banyaknya, kemudian esoknya ia menghukum diri dengan tidak makan apapun. Bahkan, rekomendasi meal plan dari dokter gizi sama sekali tidak pernah disentuh.

Parahnya, Ardina mulai mempelajari cara yang tidak lazim seperti bagaimana agar tetap terlihat makan padahal sedang tidak makan. Padahal, berat badannya sudah turun dari 52 kg menjadi 47 kg. Saat itu, ia merasa bangga ketika berhasil menghindari makan.

Kepada WowKeren untuk rubrik Get Healthy, Ardina berkisah mengenai lima tahun perjuangannya lepas dari eating disorder. Mau tau kisahnya? Simak cerita selengkapnya berikut ini.

(wk/yoan)

1. Takut Berat Badan Naik Jika Makan


Takut Berat Badan Naik Jika Makan
Instagram/cokardina

Kondisi terparah yang sempat dialami Ardina ketika menderita eating disorder adalah rasa takut untuk makan. Ia takut jika berat badannya bertambah kalau makan. Awalnya, ia tidak merasa jika itu adalah gangguan.

"Lama kelamaan, aku semakin takut sama makanan. Sampai pernah mamaku rebusin aku brokoli karena aku enggak mau makan berminyak sedikitpun," kenang Ardina. "Bahkan aku pernah makan apel, dipotong tipis-tipis, karena aku ingin banget (makan) Chiki. Aku kasih garam sedikit lalu aku makan."

Kebiasaan Ardina yang aneh membuat keluarganya khawatir. Ia pun dibawa menemui dokter gizi. Saat itu, ia direkomendasikan mengikuti meal plan dari dokter gizi untuk memperbaiki pola makannya. Namun, Ardina enggan mengikutinya. Agar tidak ketahuan, ia mengikuti cara pura-pura makan yang didapatkan dari website.

"Nah, di sana (website) itu ada tips-tips gimana caranya makan, pura-pura makan, bohong kalau sudah makan, dan muntahin makanan. Itu aku lihat cara pura-pura makan," ungkap Ardina. "Meal plan-nya sama sekali enggak aku ikutin."

2. Selalu Menghukum Diri Sendiri Jika Makan


Selalu Menghukum Diri Sendiri Jika Makan
Instagram/cokardina

Salah satu pemicu eating disorder adalah terlalu menghitung kalori makanan. Dalam satu hari, Ardina hanya makan sekitar 800 kalori saja. Padahal, saat itu kebutuhannya kurang lebih sekitar 1.200 kalori. Jika ia makan lebih dari 800 kalori, Ardina tidak segan menghukum diri dengan tidak makan di esok hari atau memuntahkan kembali makanannya. Ia bahkan mengaku tidak pernah mengonsumsi makanan cepat saji selama hampir enam tahun.

"Kalau misalnya kita enggak makan, kayak disorakin, 'hebat, hebat, hebat'. Kalau makan, itu makin parah, makin benci sama diri sendiri. Besok pokoknya harus dihukum. Aku mikir, 'ya sudah besok aku enggak usah makan'," ujar Ardina. "Enggak bisa tidur kadang-kadang. Karena saking ributnya di kepala."

Menurut Ardina, eating disorder adalah siklus berulang. Pada tahapan awal, ia akan membatasi ekstrem makanan yang dikonsumsi. Namun beberapa waktu kemudian, justru timbul hasrat makan berlebihan. Saat fase ini, Ardina bisa menghabiskan satu kaleng biskuit dalam satu hari. Setelah itu, ia pun mulai kembali menghukum diri dan merasa takut makan. Siklus ini terus berulang dan menghantui pikirannya.

3. Salah Langkah di Awal Penanganan


Salah Langkah di Awal Penanganan
Instagram/cokardina

Ardina mengakui jika langkah awalnya mengatasi eating disorder tidak tepat. Pasalnya, ia malah dibawa ke dokter gizi oleh keluarganya. Saat mindset-nya tentang diet dan makanan masih berantakan, semua penjelasan dokter gizi pun diabaikannya.

Sampai akhirnya, Ardina memutuskan konsultasi secara online dengan psikolog. Ia pun diketahui memiliki indikasi tiga macam eating disorder sekaligus, yaitu anorexia nervosa (membatasi makanan ekstrem), bulimia nervosa (memuntahkan makanan), dan binge eating disorder (makan berlebihan). Hal ini terjadi karena ketiganya saling berhubungan satu sama lain.

Berkat konsultasi dengan psikolog, mindset Ardina tentang diet dan makanan berangsur membaik. Jika sebelumnya menganggap makanan bisa menambah berat badan, kini ia perlahan mulai menambah jumlah makanan yang masuk setiap hari. Saat mulai pulih, ia pun sadar jika mindset salah membuatnya terjebak di kondisi eating disorder.

4. Mindset Membaik Berkat Olahraga dan Lingkungan Baru


<i>Mindset</i> Membaik Berkat Olahraga dan Lingkungan Baru
Instagram/cokardina

Mindset Ardina mengenai makanan membaik lepas dari bangku SMA. Pasalnya, saat itu Ardina mulai mengenal lingkungan baru di bangku kuliah. Ia pun mulai sibuk dengan aktivitasnya. Saat itu, ia sudah tidak punya waktu lagi untuk memikirkan makanan.

"Kalau dulu, waktu aku ingin makan donat, aku makan buah dulu. (Makan) donat satu ya sudah, gagal. Kalau sekarang, kalau mau makan donat, ya makan aja. Enggak pernah merasa menyesal karena satu hari enggak akan menghancurkan progres," jelas Ardina.

Kemudian pada awal tahun 2020 lalu, Ardina mulai rutin berolahraga. Inilah yang akhirnya menjadi titik balik sembuh dari eating disorder. Olahraga tidak hanya membuat mindset Ardina berubah, tapi juga membuat tubuhnya lebih sehat daripada sebelumnya.

"Terus yang buat aku sembuh banget itu, awal tahun 2020 aku mulai olahraga. Aku enggak pernah olahraga sebelumnya. Aku mulai belajar sendiri tentang olahraga, kalori, dan nutrisi," sambung Ardina. "Banyak yang bisa makan lebih sehat tapi badannya tetap bagus. Lama-lama aku sadar, lebih baik makan normal daripada enggak makan (terus) kalap."

5. Dukungan Keluarga dan Orang Terdekat Membantu Pemulihan


Dukungan Keluarga dan Orang Terdekat Membantu Pemulihan
Instagram/cokardina

Ardina mengaku salah satu alasan yang membuat dia sembuh adalah dukungan orang-orang sekitarnya. Saat ia mengalami eating disorder, keluarganya sampai mengadakan rapat besar. Dukungan inilah yang membantu Ardina untuk sembuh.

Selain keluarga, satu tahun terakhir ini Ardina juga mendapatkan dukungan penuh dari pacarnya. Pacar Ardina inilah yang sering membawanya ke tempat makan enak. Sejak saat itu, Ardina mulai berani mengonsumsi makanan cepat saji yang sebelumnya ia hindari mati-matian.

"Dia (pacar Ardina) ajak makan, 'ayo makan, ini enak lho'. Bahkan, aku pertama kali makan burger McD. Hampir enam tahun enggak pernah makan McD karena takut," beber Ardina. "Dia (bilang) coba pelan-pelan enggak apa-apa. Terus, dia ajak ke makanan enak. Dia yang paling support nunjukin bukti nyata."

6. Cari Keyword Diet Sehat Bukan Diet Cepat


Cari <i>Keyword</i> Diet Sehat Bukan Diet Cepat
pexels/Donatello Trisolino

Dalam kasus Ardina, ia terjebak eating disorder karena salah langkah memulai diet. Ia memulai diet dengan keyword “diet cepat”. Padahal, diet cepat akan mengantarkan pada cara-cara yang tidak sehat. Hal itu juga memiliki efek samping pada kondisi kesehatan, baik fisik maupun mental.

"Saranku, diet yang sehat saja. Langsung saja cari 'diet sehat'. Jangan cari cara diet cepat. Itu sudah salah. Karena itu bisa membuka gerbang buat hal-hal kayak gini," saran Ardina. "Jadi mulai belajar tentang diet. Nutrisi itu apa, langsung saja diet sehat. Lebih baik jangka panjang hasilnya."

7. Hindari Self Diagnosis, Segera Ke Psikolog atau Psikiater


Hindari <i>Self</i> Diagnosis, Segera Ke Psikolog atau Psikiater
pexels/Alex Green

Pada dasarnya, eating disorder adalah kondisi medis yang tidak bisa asal mendiagnosis. Jika kalian merasa memiliki gejala atau indikasi tersebut, jangan terburu-buru mendiagnosis eating disorder tanpa konsultasi dengan psikiater atau psikolog.

Apabila merasa gejala semakin parah dan tidak normal, jangan malu untuk segera datang ke psikolog atau psikiater terdekat. Lebih cepat menyadari akan mempercepat proses pemulihan. Yang paling penting, butuh keberanian kuat untuk melewatinya.

"Kalian harus tahu kalau kalian enggak sendiri. Penyakit ini enggak boleh mendiagnosis sendiri, harus dokter yang bilang," pesan Ardina. "Saran aku sih, kalau sudah merasa aneh, (jangan ragu) ngomong ke orang terdekat atau langsung ke psikater atau psikolog."

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terbaru