Washington Minta Demonstran Anti Rasisme Lakukan Tes COVID-19 Massal
Dunia

Seruan tes COVID-19 untuk pengunjuk rasa muncul setelah Garda Nasional DC melaporkan beberapa tentara mereka terbukti positif tertular virus corona akibat menangani demo anti-rasisme.

WowKeren - Pemerintah Washington DC meminta pengunjuk rasa dalam aksi protes rasisme yang dipicu oleh kematian George Floyd untuk melakukan tes COVID-19. Distrik federal bergabung dengan sejumlah daerah lainnya, termasuk Boston, Dallas dan Negara Bagian New York, meminta pengunjuk rasa untuk melakukan tes massal.

"Jika Anda khawatir Anda terpapar saat berada di komunitas atau keluar di salah satu demonstrasi, kami meminta Anda untuk melakukan tes, antara tiga sampai lima hari," kata wali kota distrik federal, Muriel Bowser, dilansir dari Reuters pada Jumat (12/6).

Distrik tersebut mendorong pengunjuk rasa memantau diri mereka sendiri terkait tanda dan gejala penyakit pernapasan. Pemerintah setempat juga meminta pengunjuk rasa untuk bekerja dari rumah, jika memungkinkan, selama 14 hari dan membatasi mobilitas meski pejabat kesehatan DC LaQuandra Nesbitt menambahkan bahwa pembatasan seperti itu tidak sama dengan karantina.

Seruan tes COVID-19 untuk pengunjuk rasa muncul saat sejumlah ahli kesehatan masyarakat, termasuk pakar penyakit menular AS, Anthony Fauci, memperingatkan bahwa demonstrasi dapat menyebabkan lonjakan kasus virus corona. Apalagi sebelumnya Garda Nasional DC melaporkan beberapa tentara mereka terbukti positif tertular virus corona akibat menangani demo.

Sebelumnya Ahli Bedah Amerika Serikat, Jerome Adams, telah memperingatkan ancaman gelombang dua pandemi virus corona akibat unjuk rasa massal yang dipicu kematian George Floyd. Jerome Adams menyebut bahwa gerakan demonstrasi ini membuat ribuan orang yang turun ke jalan berpotensi terpapar virus corona.


"Saya khawatir terhadap konsekuensi kesehatan masyarakat, baik individu dan institusi serta orang-orang yang protes dengan cara yang berbahaya bagi diri mereka sendiri dan bagi kelompok mereka," kata Adams.

Demo anti-rasisme yang bertentangan dengan imbauan jaga jarak fisik ini berpotensi menjadi klaster baru penularan COVID-19. "Berdasarkan cara penyebaran penyakit, selalu ada alasan terjadi klaster baru dan potensi wabah baru," ujarnya menambahkan.

Adams mengatakan potensi peningkatan jumlah infeksi juga akan terus terjadi mengingat ribuan warga terlihat tetap berkerumun di sejumlah Pantai Barat. Sebelumnya, sejumlah pakar medis juga merasa khawatir orang tanpa gejala bisa menularkan virus ketika banyak orang berdekatan sambil teriak dan tak menggunakan masker. Apalagi demonstrasi ini berlangsung di puluhan kota dan negara bagian di AS.

Sejauh ini, AS sendiri telah mencatatkan lebih dari 2 juta kasus COVID-19 dengan angka kematian melampaui 115 ribu jiwa. Sebanyak 808 ribu pasien dinyatakan sembuh, sedangkan kasus aktif mencapai 1,142,942 jiwa.

Sementara itu, peneliti dari Health Institute Harvard memperkirakan jumlah kematian akibat virus corona (COVID-19) di Amerika Serikat mungkin bisa mencapai 200 ribu jiwa pada bulan September mendatang.

(wk/luth)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait