Takut di Bom Hingga Tolak Junta Militer, Siswa Myanmar Boikot dan Tak Kembali ke Sekolah
Dunia

Siswa, guru, serta orang tua/wali memboikot program pembukaan sekolah oleh junta militer Myanmar. Salah satunya karena mereka takut sekolah jadi sasaran aksi represif militer.

WowKeren - Myanmar masih bergejolak sejak junta militer menggulingkan pemerintahan sipil yang dipimpin kubu Aung San Suu Kyi. Meski junta militer tak segan mengambil tindakan represif, masyarakat Myanmar masih tidak berhenti menunjukkan sikap kontra mereka terhadap pemerintahan kubu Jenderal Min Aung Hlaing.

Aksi ini bahkan dilakukan oleh anak-anak usia sekolah yang kompak melakukan pemboikotan. Bersama para guru, murid-murid ini enggan kembali ke sekolah meski junta militer sudah membuka kembali pendidikan tatap muka sejak 1 November 2021.

Namun bukan cuma untuk memboikot pemerintahan junta militer, aksi ini juga dilakukan karena para siswa takut menjadi sasaran tembak. Pasalnya beberapa kali sekolah turut menjadi sasaran ledakan bom.

"Saya belum kembali ke sekolah karena terjadi ledakan baru-baru ini. Teman saya juga tidak ada yang kembali ke sekolah," kata Chika Ko (bukan nama sebenarnya), siswi SMA berusia 16 tahun asal Pyay dari Negara Bagian Bago.

"Sekolah saya belum diserang tapi saat mendengar ada ledakan di sekolah lain, saya takut jadi lebih baik saya di rumah," imbuh Chika Ko. Menurutnya sekolahnya menampung sekitar 600 siswa, namun kini hanya sekitar 20-an yang berani kembali bersekolah.


Penolakan untuk kembali bersekolah juga disampaikan Nay Zin Oo (bukan nama sebenarnya), seorang ayah berusia 48 tahun dari dua anak yang duduk di jenjang SD dan SMP. Nay Zin Oo tegas tidak memperbolehkan anak-anaknya bersekolah karena saat ini Myanmar masih dipimpin pemerintahan militer.

"Sekolah dioperasikan oleh militer. Sebagai seorang pendukung gerakan revolusioner, saya menolak untuk menyekolahkan anak saya," ujar Nay Zin Oo, dikutip dari Al Jazeera, Kamis (18/11). "Jika kita, sebagai orang tua, memilih untuk menyekolahkan anak ke sekolah berarti kita mendukung militer. Saya hanya akan mengirimkan anak-anak saya ke sekolah kalau partai lain sudah menang."

Nay Zin Oo meyakini langkah boikot sekolah yang dilakukannya ini efektif untuk memprotes pemerintahan junta militer. Ia juga mendesak agar pemerintahan sipil yang terpilih pada November 2020 kembali berkuasa.

Nay Zin Oo juga menilai pemerintah harus memperbaiki kurikulum pendidikan di Myanmar. "Dengan sistem pendidikan sekarang, siswa tidak mendapat banyak hal, jadi saya tidak melihat pentingnya mengirimkan mereka ke sekolah," ujar Nay Zin Oo.

"Ketika mereka lulus, gelar mereka hanya berguna di negara mereka. Bahkan itu pun tidak terlalu berguna (dalam mencari pekerjaan)," imbuh Nay Zin Oo yang lulus dengan gelar ganda di bidang mesin dan fisika namun sekarang bekerja sebagai sopir taksi.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait