PM Jepang Andalkan Kenaikan Upah Untuk Perbaikan Ekonomi di Tengah Ketidakpastian Omicron
Dunia

Sama halnya di Indonesia, Jepang juga menjadikan kenaikan upah pekerja sebagai upaya meningkatkan daya beli masyarakat. Terlebih di masa pandemi COVID-19 seperti sekarang.

WowKeren - Pandemi COVID-19 membawa dampak tersendiri bagi negara-negara di dunia. Terlebih saat ini, banyak negara yang juga telah melaporkan temuan varian Omicron.

Melansir Kyodo News, Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida saat ini mengandalkan perusahaan untuk menaikkan upah guna mempercepat redistribusi kekayaan, inti dari dorongannya untuk bentuk baru kapitalisme.

Selain itu, perusahaan juga dinilai perlu memperhitungkan pemulihan pendapatan mereka dari pandemi COVID-19, namun biaya energi dan material yang lebih tinggi dan dampak yang tidak diketahui dari varian Omicron ketika negosiasi upah manajemen tenaga kerja tahunan dimulai pada musim semi tahun 2022 mendatang.

Sementara itu, para analis menuturkan bahwa pertumbuhan upah sangat penting bagi konsumen dalam rangka meningkatkan pengeluaran dan meremajakan ekonomi terbesar ketiga di dunia. Menurut analis, konsumsi yang lebih tinggi akan membuat perusahaan merasa lebih nyaman untuk menaikkan harga dan membantu Bank of Japan saat berjuang dalam meningkatkan inflasi menuju target 2 persen yang sulit dipahami.


"Penting untuk menggunakan semua cara yang mungkin untuk menciptakan suasana di mana perusahaan ingin menaikkan upah," ujar Kishida dalam konferensi pers baru-baru ini. Dalam konferensi pers itu, Kishida juga menyerukan kenaikan gaji lebih dari 3 persen oleh perusahaan, selama pendapatan mereka telah pulih ke tingkat pra-pandemi.

Di sisi lain, Kishida disebut bukanlah PM Jepang pertama yang menetapkan target numerik untuk kenaikan upah. PM Jepang sebelumnya, Shinzo Abe, juga pernah mendesak kalangan bisnis untuk menaikkan upah dan menyerukan kenaikan 3 persen untuk pembicaraan upah "shunto" 2018.

"Perusahaan yang terdaftar seperti eksportir yang telah melihat pendapatan yang kuat diharapkan untuk menawarkan gaji yang lebih tinggi ketika harga konsumen naik," terang Yuichi Kodama selaku Kepala Ekonom di Meiji Yasuda Research Institute, dilansir dari Kyodo News, Rabu (29/12). "Tapi kenaikan gaji tidak akan terjadi secara keseluruhan."

Menurut Kodama, pertumbuhan upah tetap "hangat" di Jepang bahkan setelah rebound dari level terendah baru-baru ini sebesar 1,63 persen di antara perusahaan-perusahaan besar pada tahun 2003. Kemudian, perusahaan-perusahaan tersebut menyetujui kenaikan gaji rata-rata 1,86 persen dalam negosiasi 2021.

(wk/tiar)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait