Perubahan Iklim yang Ekstrem Picu Kondisi Gletser di Pegunungan Alpen Eropa Jadi Lebih Berbahaya
Dunia

Akibat dari perubahan iklim yang ekstrem, seorang ahli bahkan menyebutnya sebagai musim panas 2022 berisiko. Hal ini pun lantas disebut mempengaruhi kondisi gletser di Pegunungan Alpen Eropa.

WowKeren - Perubahan iklim belakangan ini disebut sangat ekstrem. Bahkan seorang ahli menyebut musim panas 2022 berisiko menjadi "badai sempurna untuk gletser" lantaran suhu yang melonjak dan kurangnya salju musim dingin.

Perubahan iklim yang ekstrem itu tampaknya juga mempengaruhi kondisi gletser di Pegunungan Alpen Eropa menjadi lebih tidak stabil dan berbahaya. Seperti halnya yang disampaikan oleh ahli, kondisi itu terjadi dipicu adanya kenaikan suhu yang terkait dengan perubahan iklim membangkitkan kembali apa yang telah lama terlihat sebagai lapisan es yang hampir membatu.

Seperti yang terjadi di Italia, di mana dilanda gelombang panas pada awal musim panas, dan juga terjadinya tragedi Pegunungan Dolonit Italia pada Minggu (3/7) lalu. Tragedi yang dimaksud adalah ketika gletser runtuh di puncak tertinggi di kisaran tersebut yakni Marmolada, dan setidaknya menewaskan tujuh orang.

Sementara itu, akibat tragedi itu, 14 orang lainnya hingga saat ini masih dinyatakan hilang dan pihak berwenang pun telah memperingatkan bahwa tidak jelas berapa banyak orang yang berada di gunung setinggi 3.300 meter itu ketika gletser runtuh.

Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Italia Mario Draghi pada Senin (4/7) menduga bahwa terjadinya gletser runtuh itu terkait dengan perubahan iklim. "Runtuhnya gletser tanpa diragukan lagi terkait dengan kerusakan lingkungan dan situasi iklim," ujar Draghi selama kunjungan ke markas besar operasi penyelamatan di Dolomites, dilansir melalui Al Jazeera, Selasa (5/7).


Para ahli memperkirakan yang menyebabkan gletser pecah dan guntur menuruni lereng dengan kecepatan sekitar 300kph (186 mph), mengirimkan bongkahan besar es, salju, dan batu menabrak pejalan kaki. Mengingat memiliki kecepatan tinggi, menjadi tidak segera diketahui oleh korban.

Akan tetapi, kejadian runtuhnya gletser di Italia itu disebut berlangsung satu hari setelah rekor suhu tertinggi 10 derajat Celcius tercatat di puncak gletser, yang telah mencair dengan cepat selama beberapa dekade terakhir, dengan sebagian besar volumenya hilang.

Menanggapi hal tersebut, seorang ilmuwan lingkungan dan ahli glasiologi di Universitas Milan-Bicocca, Giovanni Baccolo mencatat kurangnya salju musim dingin dan awal musim panas yang sangat panas di Italia. "Musim panas 2022 ini berisiko menjadi badai yang sempurna untuk gletser," ujar Baccolo, dilansir dari Al Jazeera, Selasa (5/7).

"Tidak ada yang menyangka gletser seperti Marmolada bereaksi seperti ini," jelas Baccolo kepada Reuters. "Ini semacam fosil iklim, gletser seperti Marmolada dianggap 'tenang', mereka diperkirakan akan mundur."

Baccolo pun mengingatkan kepada para pejalan kaku pemberani yang menuju ke pegunungan untuk menghindari panasnya musim panas, terlebih ketika akan menjelajah, karena "mungkin tidak lagi cukup untuk membaca tanda-tanda dari gletser yang telah terbaca sejauh ini".

(wk/tiar)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait