Kisah Sedih Perempuan Terjebak ‘Lockdown’ Dengan Pelaku Kekerasan Di Sejumlah Negara
Dunia

Berbagai kisah menyedihkan muncul di tengah pandemi virus corona. Salah satunya adalah cerita perempuan yang terjebak lockdown bersama pelaku kekerasan di sejumlah negara.

WowKeren - Pandemi virus corona (COVID-19) telah menyebabkan sejumlah negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown). Namun dibalik upaya negara mengantisipasi meluasnya virus corona melalui lockdown, tersimpan berbagai kisah yang mengiris hati di sejumlah negara.

Kisah menyedihkan datang dari orang-orang yang hidup dengan pelaku kekerasan di keluarganya. Orang-orang ini menjadi korban pandemi tersembunyi yang jarang diketahui masyarakat umum.

Sebagai contoh yang terjadi di Inggris. Komisioner Kekerasan Dosmetik melaporkan jika panggilan ke hotline mereka naik menjadi 65 persen dalam sepekan terakhir ini. Sementara itu, PBB telah memberikan peringatan bagi perempuan-perempuan di negara-negara miskin dan berkembang untuk melaporkan tindakan pelecehan yang dialami.

Seorang wanita dari India bernama Geeta menjadi korban kekerasan suaminya. Seperti yang diketahui, saat ini Pemerintah India telah melakukan lokcdown selama 21 hari demi menekan penyebaran virus corona.

Geeta bercerita jika suaminya kerap mabuk dan memukulinya di malam hari. Apalagi, wabah corona telah membuat pendapatan keluarganya menjadi berkurang sehingga sang suami menjadi lebih suka melakukan kekerasan.

Aksi mabuk suaminya tersebut membuat anak-anak mereka menjadi ketakutan. Geeta mengaku suaminya telah memukulnya berkali-kali dimulai sejak malam pernikahan mereka. Ia mencoba meninggalkan pasangannya, namun takut jika suaminya mengambil anak-anaknya.

"Butuh beberapa saat untuk menenangkan anak-anak," kata Geeta seperti dilansir dari BBC, Selasa (31/3). "Mereka telah melihat ayah mereka berkali-kali marah dalam hidup mereka, tetapi beberapa minggu terakhir ini lebih buruk. Mereka telah melihatnya melemparkan sesuatu ke tembok dan menarik rambutku."

Geeta mengaku khawatir dengan kondisi anak-anaknya. Pasalnya, selama ini anak-anaknya dapat terbebas dari aksi kekerasan sang ayah dengan bersekolah. Namun akibat corona, sekolah-sekolah tutup sehingga anak-anaknya harus terjebak di tengah kekerasan yang dilakukan ayahnya.

"Tapi keadaan berubah ketika sekolah tutup pada tanggal 14," ungkap Geeta. "Kemudian anak-anak di rumah dan mereka mulai menjadi sasaran kekerasan suamiku.”


"Biasanya dia menyimpan amarahnya untukku, tetapi dia mulai berteriak pada mereka karena hal-hal kecil seperti meninggalkan cangkir di lantai. Aku berusaha mengalihkan perhatiannya sehingga dia bisa marah padaku, tetapi semakin banyak waktu kita bersama-sama, semakin sedikit yang bisa kupikirkan untuk mengalihkan perhatiannya.”

Kisah serupa datang dari Amerika Serikat. Seorang remaja asal New York bernama Kai mengaku menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan ayahnya.

Kai mengatakan jika wabah corona ini telah membuat penghasilan ibunya menjadi menurun secara signifikan. Sang ibu juga diceritakan menderita penyakit mental sehingga saat kambuh, selalu berteriak hal-hal gila.

Di tengah pandemi ini, sang ibu bahkan meminta Kai untuk kembali tinggal bersama ayahnya. Padahal, Kai telah menjadi korban kekerasan fisik dan seksual oleh ayahnya. Bahkan, ia menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengikuti sejumlah terapi guna menghilangkan rasa traumanya.

Kai akhirnya tinggal di tempat terapi tersebut setelah sang ibu mengusirnya. Namun akibat virus corona yang memuncak di AS, tempat penampungan tersebut harus tutup sehingga ia terpaksa tinggal bersama dengan ayahnya sepanjang waktu dan itu merupakan mimpi buruk baginya.

”Dia di sini sepanjang waktu," cerita Kai, "Pada siang hari dia menonton TV di komputernya di ruang tamu. Di malam hari aku mendengar dia menonton film porno."

Kai berusaha menyingkir dari hadapan sang ayah agar tidak menerima kekerasan. Hal ini dilakukan dengan menghabiskan waktu di kamar dan menghibur diri melalui dunia online. Dengan sedih, ia berharap agar sang ibu dapat mengizinkan dirinya kembali.

Direktur UN Women, Phumzile Mlambo-Ngcuka menyatakan situasi darurat bagi orang-orang yang mengalami kekerasan seksual di tengah pandemi corona. Ia juga menyoroti negara berkembang yang kesulitan untuk mengakses bantuan dalam menangani kasus kekerasan dalam keluarganya.

"Tidak mungkin bagi perempuan dari latar belakang sosial ekonomi yang lebih rendah, di beberapa negara, untuk melaporkan kasus kekerasan dalam rumah tangga,” ujar Phumzile. “Pasalnya, mereka tinggal di satu atau dua kamar di rumah dengan pelaku kekerasan.”

(wk/lian)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait