Waduh! Sejumlah Pasien COVID-19 Terancam Alami Gejala Psikotik
Unsplash/Ehimetalor Akhere Unuabon
Health

Beberapa bukti menunjukkan bahwa gejala COVID-19 yang diderita pasien dapat merusak pikiran. Hal itu dikarenakan komplikasi neurologis seperti hilangnya kemampuan mengecap rasa dan mencium bau hingga kejang.

WowKeren - Gejala yang diderita oleh pasien COVID-19 semakin beragam. Tak hanya menyerang fisik, gejala-gejala COVID-19 ini rupanya juga bisa merusak pikiran.

Hal itu dikarenakan komplikasi neurologis, mulai dari hilangnya kemampuan merasakan rasa dan mencium bau hingga kejang, yang muncul pada beberapa pasien COVID-19. Sedangkan, pasien long hauler atau mereka yang sembuh namun tetap merasakan gejala COVID-19 mengeluhkan brainfog. Hal ini memunculkan adanya kemungkinan keterkaitan antara COVID-19 dan psikosis atau gangguan mental.

Dikutip dari The New York Times, beberapa dokter di seluruh dunia melaporkan gejala psikotik pada sejumlah kecil pasien yang pernah mengalami infeksi Corona. Laporannya hanya berupa episode psikotik pasien setelah terinfeksi COVID-19.

Namun, masih belum ada bukti bahwa virus Corona menyebabkan psikosis. Ini hanyalah gambaran yang diamati oleh para ahli medis. "Saya pikir ini sangat mengkhawatirkan karena seperti yang Anda lihat dan baca, ada lebih banyak lagi laporan kasus," ujar asisten profesor klinis psikiatri di Department of Consultation Liaison Psychiatry Stony Brook University Hospital, di New York, dr Mason Chacko dikutip dari Health.

Sebagai penulis utama dari laporan tersebut, dr Chacko menyaksikan fenomena itu. Ia mendeskripsikan seorang pria berusia 52 tahun yang percaya dialah penyebab pandemi virus Corona, dengan delusi paranoidnya menyebabkan upaya bunuh diri.


Meski 2 tes COVID-19 menunjukkan hasil negatif, pemeriksaan darahnya menunjukkan tanda-tanda peradangan. Pengujian selanjutnya mengungkapkan bahwa dia memiliki antibodi untuk COVID-19, yang menunjukkan bahwa dia tertular virus.

Kondisi psikosis pria itu berhasil diobati melalui kombinasi obat-obatan dan terapi elektrokonvulsif, tetapi kasus ini dan kasus lainnya menimbulkan pertanyaan mengenai potensi efek COVID-19 pada otak. Di sisi lain, sebagian besar kasus psikosis post-COVID melibatkan orang-orang berusia 30 hingga 50-an. Kejadian psikotik mereka tidak terkait dengan gejala fisik COVID-19.

National Alliance on Mental Illness (NAMI) mengungkapkan penderita psikosis biasanya sulit untuk menentukan mana yang nyata dan yang tidak, hingga mengalami halusinasi. Mereka mungkin mendengar suara-suara atau melihat hal-hal yang sebenarnya tidak ada atau mengalami sensasi aneh, dan delusi.

Menurut laporan dari London yang diterbitkan dalam jurnal Brain menuliskan bahwa seorang wanita berusia 55 tahun tanpa riwayat kejiwaan sebelumnya dirawat di rumah sakit setelah 14 hari mengalami gejala COVID-19.

Setelah menjalani perawatan, wanita itu mengatakan halusinasi visual yang membuatnya mengira dia melihat singa dan monyet di rumahnya. "Ada banyak bukti sekarang bahwa paparan infeksi, terutama virus dikaitkan dengan perkembangan gangguan psikotik," kata ahli di unit neurologi pencegahan Queen Mary University of London, dr Cameron J Watson.

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait