Terlihat Baik-Baik Saja Meski Sedang Tertekan, Ini Penyebab Duck Syndrome yang Patut Diwaspadai
Pexels/George Becker
SerbaSerbi

Duck syndrome adalah salah satu gangguan psikologis yang sering dialami oleh orang dewasa muda. Lantas, apa itu duck syndrome dan apa saja penyebabnya? Simak informasinya dalam artikel berikut ini.

WowKeren - Salah satu gangguan psikologis yang banyak dialami oleh orang dewasa muda adalah duck syndrome atau sindrome bebek. Meski sebagian penderita duck syndrome bisa beraktivitas seperti biasa, mereka juga berisiko mengalami berbagai masalah kejiwaan seperti gangguan kecemasan hingga depresi.

Duck syndrome pertama kali dikemukakan di Stanford University, Amerika Serikat, untuk menggambarkan persoalan para mahasiswanya. Istilah ini merupakan analogi dari perilaku bebek saat sedang berenang. Dari atas mereka mungkin terlihat sangat tenang, namun kakinya berusaha keras untuk bergerak agar tubuhnya tetap berada di atas permukaan air.

Perilaku tersebut dikaitkan dengan kondisi sejumlah orang yang terlihat tenang dan baik-baik saja, tapi sebenarnya mengalami banyak tekanan dan kepanikan dalam mencapai berbagai tuntutan. Misalnya seperti nilai bagus, lulus cepat, hidup mapan, mandiri secara finansial dan masih banyak lagi.


Sindrom ini sering terjadi pada remaja yang masih duduk di bangku sekolah, para mahasiswa maupun orang dewasa yang baru memasuki dunia kerja. Pasalnya, mereka dibebani oleh berbagai macam tuntutan baik dari pihak sekolah, kampus maupun ekspektasi orangtua yang tinggi.

Duck syndrome memang belum diakui secara resmi sebagai penyakit mental. Namun keberadaannya diyakini oleh mereka yang pernah menderita stres berat karena harus bersikap tenang dan baik-baik saja di berbagai kesempatan.

Berkaitan dengan hal ini, tim WowKeren telah merangkum beberapa penyebab dan faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena duck syndrome. Apa sajakah itu? Simak informasi lengkapnya dalam artikel berikut ini.

(wk/eval)

1. Ekspektasi Tinggi dari Lingkungan Sekitar


Ekspektasi Tinggi dari Lingkungan Sekitar
Pixabay/silviarita

Faktor pertama yang bisa menyebabkan duck syndrome adalah ekspektasi yang tinggi dari lingkungan sekitar. Baik itu orangtua, lingkungan masyarakat maupun pihak akademis.

Karena orang-orang di sekitarnya menaruh ekspektasi yang cukup tinggi, penderita akhirnya berusaha keras untuk memenuhinya. Mereka bahkan tak ragu untuk pura-pura bahagia dan bersikap tenang meski pundaknya dipenuhi dengan beban dan tuntutan.

2. Pola Asuh Helikopter


Pola Asuh Helikopter
Pexels/Karolina Grabowska

Meski terdengar asing, istilah pola asuh helikopter banyak terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia. Ini adalah istilah untuk menggambarkan pola asuh orangtua yang terlalu protektif dan berlebihan dalam mengawasi gerak-gerik anaknya.

Pola asuh seperti ini bisa berdampak buruk pada emosional sang anak. Mereka akan kesulitan menyelesaikan masalah dan suka memanipulasi dirinya sendiri demi orangtua. Jika kondisi ini dibiarkan, anak kurang mampu mengendalikan emosinya dan sengaja bersikap tenang meski sedang tidak baik-baik saja.

3. Tuntutan Akademik


Tuntutan Akademik
Pexels/Andrea Piacquadio

Tuntutan akademik yang tinggi juga bisa membuat seseorang terkena duck syndrome. Perlu diingat bahwa aktivitas akademik yang tidak sesuai kapasitas bisa sangat membebani seseorang. Apalagi, jika dia menekuni jurusan yang tidak sesuai minat maupun berada di lingkungan belajar yang tidak cocok dengan gayanya.

Anak yang tidak mampu merespons kesulitannya saat belajar berisiko mengalami sindrom bebek. Karena itulah orangtua perlu mendengarkan setiap keluhan dan memahami gaya belajar anak-anaknya dengan baik.

4. Kecenderungan Perfeksionis


Kecenderungan Perfeksionis
Pexels/Thirdman

Seseorang yang memiliki kecenderungan perfeksionis juga berisiko mengalami duck syndrome. Orang dengan sifat perfeksionis akan menerapkan standar tinggi yang terkadang tidak realistis.

Mereka tak ingin dianggap lemah, sehingga mereka akan pura-pura bahagia saat berinteraksi dengan orang lain. Si perfeksionis juga kerap memanipulasi dirinya sendiri untuk tetap baik-baik saja agar bisa mencapai target yang telah ditetapkan.

5. Punya Trauma


Punya Trauma
Pexels/Anete Lusina

Peristiwa traumatik juga bisa memicu terjadinya duck syndrome. Ini meliputi berbagai hal seperti pelecehan verbal, fisik, seksual, kekerasan dalam rumah tangga hingga ditinggal mati oleh orang terkasih.

Seseorang yang memiliki trauma biasanya berusaha untuk menutupi beban di hatinya seolah hal itu tidak pernah terjadi. Mereka pura-pura tenang agar terlihat baik-baik saja di depan orang lain. Meski niatnya baik, hal ini bisa menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.

6. Pengaruh Media Sosial


Pengaruh Media Sosial
Pexels/Alex Green

Media sosial bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, media sosial sangat bermanfaat dan mempermudah kehidupan kita. Namun media sosial juga bisa memperburuk kondisi mental seseorang dan menyebabkan duck syndrome.

Ada banyak orang yang memamerkan kehidupan sempurna dan pencapaiannya melalui media sosial. Hal ini bisa membuat orang lain terbuai dan hanya menunjukkan sisi baiknya saja. Dengan kata lain, gemerlap media sosial bisa membuat seseorang kehilangan jati dirinya karena selalu ingin terlihat baik-baik saja di mata yang lain.

7. Rendah Diri


Rendah Diri
Pexels/Mikhail Nilov

Kepercayaan diri yang rendah juga bisa memicu terjadinya duck syndrome. Pasalnya, orang yang rendah diri kerap memanipulasi dirinya menurut pandangan orang lain agar bisa bebaur dengan mereka. Mereka pura-pura baik-baik saja dan bahagia dengan kehidupannya saat ini meski sedang memikul beban berat.

Nah itu dia tujuh penyebab duck syndrome yang patut kita waspadai. Dalam artikel berikutnya, WowKeren akan menghadirkan sejumlah gejala dan cara mengatasi duck syndrome. Stay tune ya!

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru